![]() |
Penasehat Hukum 11 Warga Maba Sangadji saat diwawacarai. (Da) |
Pasalnya, sidang perdana ini beragendakan pembacaan dakwaan dengan nomor perkara 109/Psd./B/2025/PN Sos dan JPU Komang Noprizal, sidang semestinya digelar di Pengadilan Negeri Soasio Tidore pukul 10:00 WIT. Namun mengalihkan sidang ke Rutan Soasio dan dilakukan secara virtual.
Belum lagi kata Maharani, PH juga tidak mendapatkan informasi sidang tersebut. "Jadi ketika kami datang di Pengadilan Negeri Soasio itu ternyata hakimnya tidak ada ,karena majelis hakim ini semuanya melaksanakan sidang di Haltim. Yang menjadi tanda tanya kami ini kenapa pada saat ngoni (hakim) tidak ada disini, ngoni Sidang di Haltim ngoni penetapan hari sidang pada hari ini ngoni tidak ada, itu yang menjadi pertanyaan kami," ujarnya saat di temui sejumlah wartawan di Rutan Kelas IIB Soasio, Rabu, 6 Agustus 2025.
Maharani mengaku, pihaknya sempat melakukan protes atau komplain ke Pengadilan Negeri Soasio Tidore.
"Ternyata mereka maunya sidang online, kalu sidang online berarti terdakwa-terdawa ini tidak bole di bawa keluar tetapi sidangnya di sini. Sementara sidang di Rutan ini tempatnya tidak memadai," katanya.
Harusnya lanjut Maharani, sidang terhadap 11 orang warga itu digelar terbuka untuk umum. "Kalau sidangnya di Rutan, berarti itu punya SOP sendiri dimana orangnya tidak bisa masuk sembarangan kecuali keluarga, tidak bole bawa kamera dan lainnya dan itu aturan di Rutan jadi memang kita harus hargai itu," katanya.
Maharani bilang, pihaknya juga tidak mendapatkan alasan dari pengadilan terkait sidang yang digelar secera virtual di Rutan kelas IIB Soasio.
"Dari pihak rutan juga sudah bicara dengan pihak pengadilan mereka juga keberatan mau sidang disini tapi karena cuma baca dakwaan jadi boleh," tambanya.
"Besok kami akan mengagendakan di pengadilan tinggi untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan hakim hari ini terkai sidang online. Kalau misalnya mau buat sidang online seharusnya terdakwa di bawah ke pengadilan supaya semua orang bisa masuk jangan disini. Kita juga curiga ada apa sebenarnya dengan majelis hakim," sambungnya.
Di tempat yang sama, Muhammad Yanto Swarez, yang juga sebagai PH itu menilai sidang yang digelar secara virtual itu adalah tindakan yang tidak proporsional.
"Karna sejak semula waktu tahap pendampingan di Polda itu semua pengacara berkonsultasi dengan jaksa membawa para tersangka ke jaksa, artinya jaksa sudah tau ada kuasa hukumnya, harusnya jaksa sampaikan bahwa mereka ini ada kuasa hukumnya," katanya.
Ia menyatakan, setuasi sidang virtual itu juga tidaklah kondusif karena ada hak keluarga dari terdakwa untuk melihat atau menyaksikan bagaimana proses persidangan itu berlangsung.
====
Penulis: Aidar Salasa
Editor : Tim Redaksi