![]() |
Kapala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara (Malut), M. Sukur Lila. (KH) |
Hal tersebut disampaikan oleh Kapala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara (Malut), M. Sukur Lila, di Sofifi, Selasa, 20 Mei 2025.
Ia menjelaskan, Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Sementata kawasan Hutan Adat adalah wilayah masyarakat hukum adat yang berada di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, dan atau dikeluarkan dari kawasan hutan negara.
Sedangkan, masyarakat hukum adat yang selanjutnya disingkat MHA, adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu, karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
"Untuk wilayah adatnya adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan/atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batasbatas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan, dan dilestarikan, secara turun-temurun dan secara berkelanjutan. Itu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau Hutan Adat," jelasnya.
M. Sukur mengatakan, dalam penetapan kawasan Hutan Adat, regulasinya diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tanggal 14 Agustus 2020 Tentang Hutan Adat dan Hutan Hak. Dimana kata dia, pada pasal 8 peraturan tersebut penetapan status Hutan Adat dilakukan dengan tiga kriteria, diantaranya:
- Berada di dalam kawasan hutan negara atau di luar kawasan hutan negara
- Terdapat wilayah adat berupa hutan yang dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) dengan batas yang jelas secara turun temurun
- Masih ada kegiatan pemungutan hasil hutan oleh MHA di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA)
M.Sukur menambahkan, untuk pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 52 Tahun 2014 tanggal 7 Juli 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Tata cara melakukan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) ini, sambungnya, dilakukan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Selajutnya pembentukan panitia MHA yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Setelah itu, pembentukan Struktur Organisasi Panitia MHA terdiri dari, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota sebagai ketua, Kepala SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota sebagai anggota, Camat atau sebutan lain sebagai anggota, dan Kepala SKPD terkait sesuai karakteristik masyarakat hukum adat, juga sebagai anggota.
Ia menerangkan, tahapan pengukuhan dan perlindungan MHA ini meliputi identifikasi Masyarakat Hukum Adat, mulai dari sejarah, wilayah adat, hukum adat, harta kekayaan dan atau benda-benda adat, serta kelembagaan atau sistem pemerintahan adat. Selanjutnya adalah verifikasi dan validasi Masyarakat Hukum Adat. Hasil verifikasi dan validasi diumumkan kepada MHA dalam waktu bulan dan menyampaikan ke Bupati/Walikota.
"Dan yang terakhir adalah Penetapan Masyarakat Hukum Adat oleh Bupati atau Walikota," terangnya.
Permohonan Penetapan Hutan Adat
Untuk permohonan Hutan Adat, M. Sukur bilang, hal tersebut merujuk pada Pasal 9 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tanggal 14 Agustus 2020 Tentang Hutan Adat dan Hutan Hak.
Ia memparkan, bahwa permohonan penetapan hutan adat itu diajukan oleh MHA kepada Menteri Kehutanan, dilengkapi dengan persyaratan. Yang pertama: Peraturan daerah yang memuat substansi pengaturan atau substansi penetapan pengakuan MHA beserta hasil identifikasi dan peta wilayah MHA oleh tim yang dibentuk oleh Bupati atau Wali Kota.
Yang kedua adalah surat pernyataan yang memuat penegasan bahwa areal yang diusulkan merupakan Wilayah Adat/Hutan adat pemohon, dan persetujuan penetapan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Begitu alur permohonan penetapan Hutan Adat sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/
2020 tanggal 14 Agustus 2020 Tentang Hutan Adat dan Hutan Hak," katanya.
M. Sukur juga mengatakn, Peraturan Menteri LHK tentang Hutan Adat itu bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlanjutan hutan adat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan adat.
"Peningkatan kesejahteraan dalam pengelolaan hutan adat berupa pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan kayu, pemungutan hasil hutan bukan kayu, dan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tandasnya.* (Red)
M. Sukur juga mengatakn, Peraturan Menteri LHK tentang Hutan Adat itu bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlanjutan hutan adat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan adat.
"Peningkatan kesejahteraan dalam pengelolaan hutan adat berupa pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan kayu, pemungutan hasil hutan bukan kayu, dan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tandasnya.* (Red)