Gerak Pemuda Dalam Membalikan Kutukan Sumber Daya

Sebarkan:
Baster Douglas Kareng
Oleh: Baster Douglas Kareng


MESKI waktu berlalu begitu cepat, namun hingga kini kita masih percaya bahwa gerakan yang diciptakan pemuda selalu saja membawa perubahan yang berarti. Itu karena setiap gerakan yang tercipta menganut suatu nilai etis, seperti gerakan moral yang bertumpu pada rasa empati dan simpati terhadap lingkungan sekitar serta ada semangat persatuan dari para kaum muda yang mampu menyatukan persepsi demi untuk kepentingan bersama.

Di Indonesia ada yang dikenal dengan sumpah pemuda, yang merupakan hasil dari sebuah gerakan pemuda yang menyadari akan pentingnya persatuan di masa sebelum kemerdekaan hingga menjadi penggerak bagi terciptanya kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kelompok pemuda ini memiliki peran penting dalam menciptakan sebuah gerakan untuk mengubah nasib bangsa Indonesia.  Selain itu, tentunya kita masih ingat dengan peristiwa mahasiswa atau pemuda yang menduduki Gedung MPR/DPR RI agar bisa menggulingkan Presiden Soeharto (Presiden Indonesia yang berkuasa selama 32 tahun) dari kursi kepemimpinan dan menggulingkan mesin politik busuknya.

Peristiwa ini dikenal dengan gerakan reformasi. Gerakan ini telah membuka ruang yang tertutup bagi rakyat Indonesia, yang selama ini hanya dimainkan oleh segelintir orang untuk memenuhi kepuasan kekuasaan politik. Hasilnya transparansi dan keterbukaan telah muncul di semua lini setelah reformasi yang dianjurkan para kaum muda dan masyarakat mendapatkan kembali tempatnya secara politis. Sampai di sini kita menyadari bahwa setiap gerakan pemuda yang berhasil membawa perubahan besar tentunya dibekali dengan nilai etis dan semangat persatuan. Kedua hal itu yang menjadi kekuatan pemuda dan seharusnya terus dipertahankan.

Petaka Sumber Daya

Kelimpahan sumber daya di suatu negara atau daerah sepertinya sebuah petaka bagi negara atau daerah tersebut. Laksana horor yang membayangi kehidupan manusia. Disebut petaka atau lebih dikenal sebagai paradoks kelimpahan karena negara yang melimpah akan sumber daya alam memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah dan hasil pembangunan lebih buruk dibandingkan dengan negara lain yang sumber daya alamnya dapat dikatakan sedikit. Beberapa alasan dari fenomena ini, misalnya adanya penurunan tingkat persaingan di sektor ekonomi sebagai akibat dari apresiasi nilai tukar asli setelah pendapatan SDA yang mulai mempengaruhi ekonomi, volatilitas pendapatan SDA akibat menghadapi perubahan pasar komoditas global, tidak tepatnya pengelolaan SDA oleh stakeholder (pemerintah).

Richard Auty (1993) dalam tesisnya tentang kutukan sumber daya, menggambarkan tentang kondisi negara yang melimpah akan sumber daya tetapi tidak mampu dimanfaatkan untuk mendorong ekonomi negara tersebut, sehingga adanya kelambatan dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini Jeffrey Sachs dan Andrew Warner (2000) mencoba memperlihatkan korelasi antara keberlimpaan sumber daya alam dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi. Tidak adanya kesinambungan antara kekayaan SDA dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada negara-negara penghasil minyak bumi. Dapat dilihat pula bahwa sejak tahun 1965 hingga 1998, di negara industri (Organization of the petroleum Exporting Countries-OPEC) pertumbuhan produk nasional bruto per kapita rata-rata berada pada 1,3%, sedangkan di negara maju, pertumbuhan per kapitanya rata-rata berada pada 2,2%. Beberapa ahli berpendapat bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh adanya arus finansial dari bantuan asing yang telah menciptakan dampak yang mirip dengan kutukan sumber daya.

Gerak Pemuda Dalam Membalikan Kutukan Sumber Daya

Mengutip Pramoedya Ananta Toer dalam Child of All Nations-Anak Segala Bangsa bahwa “semua masalah yang terjadi di kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir”. Oleh karena itu, kutukan akan sumber daya merupakan tugas dari para pemuda yang masih memikirkan akan kepentingan bangsa ini. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pemuda bergerak. Dalam Studi Brunnschweiler dan Bulte (2008) menyatakan bahwa kutukan sumber daya alam akan hilang jika tidak melihat kepentingan ekspor SDA secara relatif, sebaliknya memanfaatkan keberlimpaan relatif SDA di lapangan.

Dalam penelitian ini membuktikan bahwa kekayaan sumber daya alam di lapangan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tingginya ketergantungan terhadap ekspor SDA yang berkaitan dengan kebijakan yang buruk sehingga dampaknya tidak meningkatkan ekspor SDA. Dalam hal ini penyebabnya muncul secara terbalik: konflik dan kebijkan yang buruk menciptakan ketergantungan tinggi terhadap ekspor sumber daya. Ketika kekacauan dan kebijakan ekonomi suatu negara membuat investor asing dan pengusaha lokal takut dan lebih memilih menjalankan usaha di luar negeri, sudah pasti kekacauan aktivitas ekonomi di suatu negara akan kacau. Lapangan kerja akan tertutup, pengangguran meningkat diikuti dengan tingginya tingkat kemiskinan. Maka dari hal ini, diperlukan gerak pemuda untuk mengawal setiap proses pembangunan suatu negara agar dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran, serta menjadikan petaka kelimpahan sumber daya alam sebagai anugerah yang layak dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.*

Penulis :

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini