Maluku Utara Kaya Tapi Miskin, Butuh Pemimpin Inovatif

Sebarkan:
Amanah Upara

Oleh : Amanah Upara, S.IP, M.I.P 
Dosen Prodi Ilmu Politik UMMU


PROVINSI Maluku Utara dimekarkan pasca reformasi 1998, tepatnya pada 4 Oktober 1999 Maluku Utara resmi menjadi provinsi yang beribukota di Sofifi. Melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Sebelum resmi menjadi sebuah provinsi, Maluku Utara merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yaitu Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah. Sejak pemekaran sampai tahun 2022 Maluku Utara memiliki 8 Kabupaten dan 2 Kota Madya yakni Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Pulau Taliabu serta dua kota madya yakni Kota Madya Ternate  dan Kota Tidore Kepulauan. 10 kabupaten/kota di Maluku Utara tersebut memiliki kekayaan alam yang berlimpah baik di darat, laut dan udara.

Di darat misalnya 10 kabupaten/kota di Maluku Utara tersebut memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah baik mas, nikel, biji besi, minyak, semen, aspal, timah, dll. SDA tersebut sebagian belum di eksplorasi dan sebagian sudah dieksplorasi seperti di Halmahera Utara eksplorasi tambang mas oleh PT. NHM, di  Halmahera Tengah PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) merupakan Kawasan Industri terpadu untuk pengolahan logam berat yang berlokasi di Desa Lelilef, eksplorasi tambang nikel di Halmahera Selatan Pulau Obi oleh PT. Halmahera Persada Lygend (HPAL), PT. Trimegah Bangun Persada dan Harita grup, di Halmahera Timur PT Aneka Tambang Tbk (Antam) memproyeksikan pabrik pengolahan ferronikel, di Halmahera Barat PT. Tri Usaha Baru (TUB) melakukan eksplorasi di bidang pertambangan emas dan PT. Adidaya Tangguh di Pulau Taliabu eksplorasi biji besi, dll.

Selain kekayaan alam, Maluku Utara di bidang pertambangan yang sudah di eksplorasi oleh perusahaan tambang multi nasional dan asing tersebut, Maluku Utara juga kaya dengan tanaman perkebunan seperti kelapa, pala, cengkeh dan coklat. Kekayaan alam laut Maluku Utara juga berlimpah baik ikan dan minyak lepas pante serta Maluku Utara juga kaya dengan objek pariwisata. Namun kekayaan alam Maluku Utara yang berlimpah tersebut belum dikelola dengan baik, akibatnya banyak masyarakat Maluku Utara, bahkan masyarakat yang berada di lingkar (areal) tambang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Maluku Utara merupakan anugerah Tuhan yang tak terhingga, negeri yang kecil dan penduduk yang sedikit tetapi kekayaan alamnya berlimpah. Ibarat “Surga yang dianugerahi Tuhan kepada manusia” tapi karena salah urus akhirnya masyarakatnya masih miskin. Di era pemerintahan Joko Widodo investasi asing masuk di Maluku Utara untuk mengeksplorasi kekayaan alam sangat luar biasa. Malut saat ini menjadi kekuatan ekonomi baru di kawasan Indonesia Timur, bahkan di seluruh Indonesia untuk menopang kekuatan ekonomi Indonesia dalam persaingan ekonomi global. Namun sangat disayangkan dan sangat miris sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara merilis melalui Malut Post 2022, bahwa Kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Timur "terjerembab kemiskinan ekstrem". Padahal dua kabupaten tersebut ada dua perusahaan raksasa IWIP dan Antam yang saat ini melakukan eksplorasi tambang. Menurut Kepala BPS Malut Aidil Adha "kemiskinan ekstrem hanya terjadi di dua kabupaten yakni Halteng dan Haltim karena secara mikro kemiskinan di Maluku Utara rendah, inflasi rendah dan ekonomi Malut juga terus tumbuh. Tetapi di Halteng dan Haltim penduduk miskin banyak yakni 13-15%, penyebabnya karena Nilai Tukar Petani (NTP) rendah sehingga tidak memenuhi kebutuhan petani dan banyak orang yang belum bekerja sehingga terjadinya pengangguran". 

Dengan kekayaan alam Malut yang berlimpah dan penduduk Malut yang sedikit tersebut seharusnya masyarakat Malut sudah sejahtera bukan berada dibawah garis kemiskinan. Ini sangat tidak masuk akal, tapi ini merupakan fakta potret buram kemiskinan di Maluku Utara karena hasil riset dari BPS Malut. Artinya ada yang salah dari manajemen kepemimpinan, pemerintah daerah tidak memiliki inovasi dalam pengelolaan sumberdaya daya alam di Maluku Utara baik gubenur, bupati dan walikota. Dengan kekayaan Malut yang berlimpah tersebut seharusnya para kepala daerah berinovasi untuk memperkuat ekonomi daerah supaya masyarakat sejahtera,  seluruh kepala daerah harus bersinergi menyampaikan informasi dan berkomunikasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Maluku Utara, perlu para kepala daerah menghilangkan ego sektoral (kedaerahan) dalam menjalankan pemerintahan daerah dan mengelola sumber daya alam, pemerintah daerah harus tegas menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk menolak tenaga kerja asing yang skillnya dimiliki oleh tenaga kerja lokal (Indonesia), apabila perusahan tambang yang berinvestasi di Maluku Utara melanggar UU pertambangan dan UU ketenagakerjaan misalnya tidak merekrut tenaga kerja lokal, tidak mensejahterakan masyarakat lingkar tambang, tidak menyetor atau lambat menyetor PAD atau hasil pertambangan kepada daerah dan tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),  bahkan merusak lingkungan maka pemerintah daerah perlu tegas kepada perusahaan tambang tersebut, bila perlu mencabut ijin operasionalnya.

Selain itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat Maluku Utara terutama generasi muda Maluku Utara di bidang pertambangan. Dengan tujuan agar suatu saat jika investor asing menarik diri dari Maluku Utara maka seluruh pertambangan di Maluku Utara dapat dikuasai dan dieksplorasi oleh anak-anak negeri, disinilah puncak kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat Maluku Utara terwujud, semoga.*
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini