Eksistensi Anak Muda dalam Pengawasan Pemilu

Sebarkan:

Oleh: Takdir Talib
Komisioner Panwaslu Weda Selatan

Persiapan menjelang pemilihan umum (Pemilu) sudah mulai terlihat baik secara nasional maupun di provinsi. Saat ini telah dilantik para Komisioner KPU dan BAWASLU RI di tingkat nasional, sementara Tim Seleksi Calon Anggota Bawaslu Provinsi telah terbentuk, salah satunya di Provinsi Maluku Utara

Berbagai persiapan lainnya juga sedang dilakukan baik oleh KPU maupun BAWASLU di berbagai tingkatan.

Pemilih milenial menjadi salah satu kelompok yang sedang disasar oleh kedua lembaga penyelenggara Pemilu ini.

Atas alasan itu, penting sekali memastikan bagaimana eksistensi anak muda dalam mengawal penyelenggaraan Pemilu demi menuju Indonesia sejahtera.

Hal ini juga penting dalam rangka menjamin hadirnya keadilan Pemilu di Indonesia, yang bermuara pada bagaimana menegakkan hak pilih warga negara yang dicirikan dengan: pertama, kemurnian hak pilih warga. Kedua, suara yang dimandatkan terfasilitasi dengan baik oleh penyelenggara Pemilu. Dan ketiga, peserta Pemilu menghormati kehendak bebas warga Negara memilih wakilnya.

Kemurnian Hak Pilih

Dalam rangka menjamin pelaksanaan Pemilu berjalan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil di Indonesia, maka diperlukan hadirnya keadilan Pemilu, salah satunya melalui kemurnian hak pilih.

Kemurnian hak pilih mengamanatkan bahwa suara yang diberikan seorang pemegang hak pilih untuk memilih tokoh dan partai politik tertentu berasal dari pengethauan tentang latar belakang tokoh dan partai politik tersebut, serta keyakinan bahwa pilihan tokoh dan partai politik tersebut adalah pilihan yang terbaik di antara berbagai pilihan yang ada.

Kemurnian hak pilih juga memberikan pesan, bahwa tidak boleh ada tindakan negatif yang mempengaruhi seorang pemegang hak pilih memberikan suaranya. Berbagai berita hoax, berbagai pola kampanye hitam bahkan intimidasi dilarang terjadi untuk mempengaruhi pilihan seorang pemegang hak pilih.

Sebagaimana secangkir Kopi Arabika dari Manggarai akan terasa tetap Kopi Arabika Manggarai jika saat diseduh dengan air panas mendidih, tidak ditambahkan gula, susu ataupun zat lainnya yang membuat hilang kadar kemurnian kopi itu.

Lalu mengapa anak muda pemilih milenial perlu mengetahui tentang kemurnian hak pilih ini? Jika melanjutkan pengandaian kemurnian Kopi Arabika Manggarai sebelumnya, maka bagi pencinta Kopi Arabika akan sangat tahu apakah kopi yang ia minum itu Arabika murni ataukah sudah tercampur dengan bahan lainnya.

Peminum kopi sejati mengejar Kopi Arabika murni, karena cita rasa yang khas, yang diyakini akan menenangkan jiwa saat kopi itu diseduh. Sensasi ini memiliki nilai khusus, sehingga tak jadi soal jika untuk menikmati 1 cangkir Kopi Arabika murni harus membayar mahal.

Pemilih milenial ibaratnya pendatang baru yang juga ingin mengecap indahnya sensasi minum Kopi Arabika murni. Untuk mendapatkan sensasi itu, ia harus mulai membaui kopi dari biji kopinya, lalu bubuk kopinya serta mulai mencicipi kopi itu.

Untuk mendapatkan sensai “khas” Arabika murni, ia juga perlu mencicipi Kopi Robusta atau campuran keduanya Arabika-Robusta, dan membedakannya sendiri. Pada akhirnya, ia sendirilah yang akan memilih kopi murni berdasarkan cita rasanya sendiri.

Demikian halnya dengan suara yang ia berikan di Pemilu, haruslah semurni rasa kopi yang ia senangi.

Mengkawal “suara yang termandatkan”

Suara yang termandatkan adalah suara para pemegang hak pilih yang sudah diberikan di kertas suara di hari Pemilu, yang kemudian dihitung di berbagai tingkatan dari perhitungan di TPS hingga di tingkat nasional.

Setiap suara yang diberikan memiliki nilai yang sangatlah mulia karena di dalamnya melekat keyakinan bahwa masa depan Negara dan daerah ada di tokoh dan partai politik yang dipilih. Sayangnya tidak semua pemilih hak pilih memiliki kesadaran untuk memantau suara yang telah diberikan tetap sesuai dengan yang ia berikan ataukah tidak.

Kendati telah ada pengawas Pemilu Negara di berbagai tingkatan, namun wilayah pengawasan yang luas dan potensi pelanggar yang selalu terjadi di berbagai tahapan Pemilu menjadi tantangan suara yang diberikan tidak berubah hingga perhitungan akhir.

Oleh karenanya, pengawas partisipatif diinisiasi untuk dibentuk membantu BAWASLU menjalankan tugas pengawasan Pemilu. Pemilih milenial menjadi kelompok potensial yang perlu didorong untuk melakukan pengawasan partisipatif mengawal suara yang termandatkan ini. Sehingga bisa melahirkan Demokrasi yang di sampaikan oleh Naomi Klein sala satuh toko Demokrasi yaitu Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih, tetapi Demokrasi adalah hak untuk hidup bermartabat.**
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini