Rindu Gemuruh Stadion Gelora Kie Raha

Sebarkan:
Foto: Kabarhalmahera.com

Oleh: Sandin Ar
(Jurnalis Malut) 

Penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Ternate dan PT. Malut Maju Sejahtera (MMS) pemilik klub Malut United FC untuk merenovasi Stadion Gelora Kieraha Ternate patut diapresiasi. Langkah kedua bela pihak ini juga menjawab kegelisahan atau harapan pecinta sepak bola atas keberadaan stadion yang sekian tahun terlihat memperhatinkan. 

Markas besar tim Persiter Ternate itu, tak boleh dibiarkan begitu saja. Stadion Gelora Kie Raha harus bangkit mengembalikan kejayaan yang berlalu. Sebab, banyak sejarah terekam disitu. Rindu gemuruh penonton menyaksikan kejayaan tim Persiter kala itu begitu tertanam. Aksi The Superman (Sporter Persiter Mania) mewarnai ruang-ruang tribun membakar animo penonton sangat membekas. Fanastisme dan kecintaan terhadap sepak bola begitu tinggi. Siapa pun lawan tanding Persiter kala itu, pasti dibuat ketakutan atas gemuruh penonton dan sporter di Gelora Kie Raha. 

Stadion berkapasitas diperkirakan kurang lebih 10 atau 11 ribu penonton itu menjadi simbol identitas regenerasi sepak bola di Maluku Utara. Itu sejak didirikan tahun 1975. Mansoer B.A selaku Bupati Kepala Daerah Maluku Utara, kala itu melatak fondasi pembangunan. Perlahan Gelora dikerjakan kontraktor CV Bangun Ternate. Wajah identitas sepak bola khususnya di Kota Ternate mulai nampak pasca Stadion Gelora Kie Raha diresmikan 18 November 1975. 

Dititik itulah, geliat sepak bola di Stadion Gelora Kie Raha bergelora. Melahirkan bibit muda sekaligus menggiring pesepakbola mulai diperhitungkan di kanca nasional. Sebut saja legenda Persiter era 70 an, dari Saleh Teng hingga Umar Atling, Lutfi Alhadar, maupun Yahya Alhadad. Dari stadion gelora, pemain diasah skil dan taktik untuk berjuang mengharumkan nama daerah. Jelang tiga tahun kemudian membuktikan keperkasaan pemain-pemain asal Halmhera itu bersatu padu di tim Persiter. Ini ketika menjuarai piala Soeratin tahun 1978, dua kali juara II tahun 1980 dan 1984. Sungguh jejak prestasi paling berharga. 

Era kejayaan itu sempat vakum. Konsistensi menjaga atmosfer sepak bola agar bibit-bibit pesepak bola tetap ada. Maka markas besar itu, lalu dihidupkan dengan kompetisi antar klub-klub Persiter seperti era 90 an hingga 2000 an. Saya sempat menonton di usia masih anak-anak semisal laga bergengsi antara Ps. Banteng melawan Ps. Solimongo. Kala itu infrastruktur Stadion Gelora Kieraha terbatas. Wajah tribun utama Stadion Gelora menghadap ke timur masih tetap sampai sekarang. Sebaliknya tribun timur menghadap tribun utama tidak seperti sekarang. Saya perkirakan kala itu hanya berukuran panjangnya sekitar 20 meter. Tingginya tidak mencapai 4 meter, dan tidak ada pagar pembatas atau dikeliling pagar. Sementara, tribun arah selatan dan utara waktu itu belum dibuat alias tidak ada. 

Perlahan Stadion Gelora berbenah setelah lolos dari Divisi I tahun 1995. Beberapa tahun kemudian Gelora Kie Raha menampakan wajah baru berstandar liga ketika ditunjuk PSSI menjadi tuan rumah Divisi 1 wilayah timur tahun 2003. Kesempatan emas menuju Divisi Utama atau Indonesia Super League atau ISL (saat ini liga 1) tidak disia-siakan oleh skuad Laskar Kie Raha, julukan Persiter. Bermodalkan tuan rumah dibarengi dukungan penuh dari The Superman dan warga se-antero Maluku Utara, impian menuju Divisi Utama tercapai. 

Kompetisi Divisi Utama 2007 bergulir. Lapangan Stadion Gelora Kie Raha menjadi saksi hidup. Tak menyangka, ribuan pentonton menyaksikan langsung tim-tim berkelas. Langganan juara semisal Persipura Jayapura biasanya ditonton lewat layar televisi, tapi sudah disaksikan secara langsung. Era Persiter dari Divisi 1 menuju Divisi Utama menjadi momen paling bersejarah bagi saya di usia remaja kala itu, adalah naik tembok Stadion Gelora Kie Raha. Hehehehe. Soal ini kalau diceritakan bakal panjang ceritanya. 

Memang, sepak bola memiliki daya tarik tersendiri ketimbang cabang olahraga lainnya. Olaharaga adu gengsi dan taktik bagi pemain dalam lapangan, sering menyedot emosi pononton di luar lapangan. Bahkan boleh dikata, membentuk ideologi seperti sebuah agama dari pendukung tim masing-masing. Legenda timnas Argentina, Diego Maradona, pernah mengatakan, “Sepak bola bukan cuman permainan atau cabang olahraga, sepak bola itu agama ”. 

Pernyataan Maradona seperti diutarakan pemilik klub Malut United melalui Direktur PT. MMS, Dirk Soplanit. Bahwa jauh-jauh hari pemilik klub Malut United telah mempelajari kultur di Maluku Utara terkait fanatisme terhadap agama dan sepak bola begitu kuat. Sama halnya disampaikan Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman. “ Fanatisme sepak bola di Maluku Utara sangat kuat setelah agama. Pemkot Ternate, tentu mengapresiasi langkah PT. MMS ditengah sepak bola menjadi salah satu animo terbesar bagi masyarakat di Kota Ternate,” kata Wali Kota dalam pemberitaan, 17 Juli 2023. 

Langkah MoU antara Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate dan PT.MMS tertuang lewat surat nomor: 643.1/20/2023 dan nomor: 01/KB-MMS/VI/2023 tentang penggunaan dan pengembangan Stadion Gelora Kie Raha. Tentu, kita semua berharap langkah MoU renovasi dari PT.MMS merupakan momentum paling tepat mengembalikan riak-riak atau gemuruh penonton atas kejayaan di Gelora Kie Raha beberapa puluh tahun lalu. Meski direnovasi PT.MMS tak seperti Stadion Gelora Bung Karno, Gelora Bung Tomo, atau Gelora Bandung Lautan Api, sudah patut disyukuri. 

Niatan PT.MMS merenovasi Stadion Gelora Kie Raha, sebenarnya jauh melebihi dari itu. Yakni geliat ekenomi terutama UMKM di Kota Ternate dipastikan tumbuh berkembang apabila homebase Malut United FC di Stadion Gelora Kie Raha, siap terpakai mengekuti kompetisi liga Indonesia 2024-2025. 

Saat ini Ilham Udin Armaiyn, Iskandar Alam, Ichlasul Qadri, Sadam Hi Tenang, Riki Koda Togubu, M.Sebastian Veron, Iswandi Andar, Rifal Lastori, Rizki Maulana, dan rekan-rekannya akan berjuang demi Malut United pada kompetisi liga 2, September 2023 nanti. Semoga langkah Pemkot Ternate dan PT. MMS berjalan mulus tanpa ada kendala di moment politik 2024. **
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini