![]() |
| Ketua PUK SPKEP SPSI PT RIM, Ode Saputra Lakarman. |
Penetapan UMP Maluku Utara dinilai mengabaikan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 yang secara eksplisit mengatur formula kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan ekonomi dikalikan faktor alfa). Alih-alih mengikuti regulasi nasional, keputusan Dewan Pengupahan justru disebut melenceng dan memberatkan buruh.
Ketua Pimpinan Unit, Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, PT.Ruby internasional mining (PUK SPKEP SPSI PT RIM), Ode Saputra Lakarman, menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk pelanggaran terang-terangan terhadap aturan pemerintah pusat.
“Keputusan Dewan Pengupahan Provinsi Maluku Utara sangat melanggar aturan dan tidak mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025,” kata Ode, tegas kepada Kabarhalmahera.com, Senin, 23 Desember 2025.
Ia menegaskan, PP 49/2025 bukan aturan biasa. Regulasi itu telah ditandatangani langsung Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 16 Desember 2025, setelah melalui kajian dan pertimbangan ekonomi nasional.
“PP ini lahir dari kajian mendalam dan disesuaikan dengan inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Tapi anehnya, di Maluku Utara justru diabaikan,” ujar Ode.
Dampaknya, buruh terutama di sektor industri dan pertambangan menjadi pihak yang paling terpukul. Penetapan UMP tersebut dinilai jauh dari kata layak dan tidak mencerminkan realitas biaya hidup pekerja.
“Keputusan ini bukan melindungi buruh, tapi justru membuat buruh menjerit. UMP ditetapkan tanpa mempertimbangkan kehidupan buruh yang semakin sulit,” tegasnya.
Merasa diperlakukan tidak adil, PUK SPKEP SPSI PT RIM memastikan tidak akan tinggal diam. Bersama Pengurus Pusat FSP KEP SPSI, mereka bersiap menggugat penetapan UMP Maluku Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kami akan mengajukan keberatan resmi ke PTUN karena penetapan UMP Maluku Utara tidak mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025,” kata Ode.
Ia juga menyindir sikap Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang dinilai tidak menunjukkan keberpihakan kepada buruh.
“Gubernur Maluku Utara harus tegas. Upah layak adalah hak buruh, dan pemerintah daerah wajib patuh pada peraturan yang sudah ditandatangani Presiden,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan resmi dari pemprov Maluku Utara.* (Red)
