Jejak Masalah Proyek RS Pratama Halbar Rp42 Miliar dan Ancaman Pidana

Sebarkan:
Proyek RS Prtama Halbar. (Istimewa)
TERNATE - Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Forum Strategis Pembangunan Sosial (Fores) Maluku Utara mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jumat, 19 Desember 2025. Mereka datang membawa satu unit pikap dengan pengeras suara, menuntut aparat penegak hukum mengusut proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Halmahera Barat senilai Rp42 miliar yang hingga kini tak kunjung rampung.

Proyek tersebut dikerjakan PT Mayagi Mandala Putra. Berdasarkan penelusuran Fores, keterlambatan dan kegagalan pembangunan RSP bukan semata persoalan teknis lapangan, melainkan rangkaian persoalan sejak tahap perencanaan.

Koordinator aksi Fores Maluku Utara, Wahyudi Abubakar, menyebut dokumen awal proyek—Survei Investigasi Desain (SID) dan perencanaan—menempatkan lokasi RSP di Kecamatan Loloda. Namun, pada tahap pelaksanaan fisik, lokasi pembangunan dipindahkan ke Kecamatan Ibu, Kabupaten Halmahera Barat.

Pemindahan lokasi itu, menurut Wahyudi, tidak disertai justifikasi teknis yang memadai. “Tidak ada penjelasan terbuka soal kajian teknis maupun lingkungan setelah lokasi dipindahkan,” kata Wahyudi dalam orasinya.

Perubahan lokasi tersebut berdampak serius. Fores menilai proyek tetap menggunakan nilai koefisien dan struktur anggaran berdasarkan perencanaan awal di Loloda. Padahal, karakteristik wilayah Kecamatan Ibu berbeda, baik dari sisi kondisi tanah, akses, maupun lingkungan. Tidak adanya perhitungan ulang nilai kontrak membuka celah pembengkakan anggaran.
Fores saat menggelar aksi di kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jumat, 19 Desember 2025.
Indikasi tersebut diperkuat dengan dugaan tidak dilakukannya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pada lokasi baru. Jika benar, perubahan lokasi tanpa kajian teknis dan lingkungan berpotensi melanggar prosedur pengadaan dan perencanaan proyek konstruksi pemerintah.

Fores juga menyoroti lemahnya pengendalian proyek. Mereka menilai kontraktor pelaksana tidak memiliki kapasitas memadai, sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dinilai gagal menjalankan fungsi manajerial. Di sisi lain, pengawasan konsultan dianggap tidak berjalan efektif, dan peran Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)—yang melekat pada Kepala Dinas Kesehatan dan Bupati Halmahera Barat—dinilai tidak maksimal.

Berdasarkan hasil penelusuran internal mereka, Fores menemukan indikasi mark up pada nilai koefisien proyek RSP Halbar. Dugaan tersebut, menurut mereka, patut diuji melalui audit investigatif yang independen.

Atas dasar itu, Fores mendesak PPK segera memutus kontrak dengan PT Mayagi Mandala Putra karena masa pelaksanaan proyek telah berakhir. Mereka juga meminta agar denda keterlambatan diterapkan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Selain mendesak pemutusan kontrak, Fores meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara memanggil dan memeriksa kontraktor pelaksana, PPK, Kepala Dinas Kesehatan Halmahera Barat, serta Bupati Halmahera Barat untuk dimintai pertanggungjawaban hukum.

Mereka juga meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigatif dan membuka hasilnya ke publik. Menurut Fores, transparansi menjadi kunci untuk memastikan proyek layanan kesehatan publik tidak berakhir sebagai monumen kegagalan anggaran.

Hingga berita dipublis tangapan resmi dan Pemda Halmahera Barat dan Kontraktor proyek RSP belum berhasil dikonfirmasi.
(Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini