Diduga Tebang Pilih, Pemda Morotai Belum Pecat Tiga ASN Eks Terpidana Tipikor

Sebarkan:
Praktisi hukum, Tamhid H. Idris.
MOROTAI - Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai diduga mempraktikkan ketidakadilan sistemik dalam penegakan disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pemda dinilai melakukan kejahatan struktural dengan memberhentikan satu ASN terpidana korupsi, namun membiarkan ASN lain dengan status hukum serupa tetap aktif dan menerima gaji.

Dugaan praktik tebang pilih itu mencuat setelah Pemda Morotai hanya memberlakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Yofani Bandari, sementara tiga ASN lain yang juga berstatus eks terpidana kasus tindak pidana korupsi justru terkesan dilindungi.

Praktisi hukum, Tamhid H. Idris, menilai tindakan Pemda Morotai tidak sekadar kelalaian administratif, tetapi mengarah pada dugaan pelanggaran serius prinsip keadilan dan supremasi hukum.

“Ini bukan kesalahan prosedur biasa. Ini sudah menunjukkan indikasi kuat ketidakadilan dan dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),” tegas Tamhid, Jumat (19/12/2025).

Berdasarkan data yang dihimpun media ini, PTDH terhadap Yofani Bandari telah resmi dilakukan pada 10 Desember 2025 melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemda Morotai. Namun ironisnya, sanksi tegas itu hanya menyasar satu nama.

Sementara itu, tiga ASN lain dengan status hukum yang sama yakni Reinhard Yongki Makangiras, Muhammad Setiawan Kaplale, dan Monalisa Hairudin hingga kini belum diberhentikan dan bahkan masih tercatat menerima gaji dari negara.

Lebih mencengangkan lagi, satu nama lain, Arafik Tibu, yang saat ini masih menjalani hukuman penjara atas kasus korupsi, dilaporkan tetap menerima gaji melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemda Morotai.

Menurut Tamhid, tidak ada dasar hukum apa pun yang membenarkan ASN terpidana korupsi, terlebih yang masih menjalani hukuman tetap menerima hak keuangan dari negara.

“Ini jelas melanggar hukum dan mencederai rasa keadilan publik. Jika satu ASN di-PTDH, maka semua ASN dengan putusan hukum tetap wajib diperlakukan sama,” ujarnya.

Tamhid juga menyoroti polemik pemecatan Yofani Bandari yang sebelumnya menyedot perhatian publik karena dinilai penuh kejanggalan prosedural. Namun alih-alih memperbaiki tata kelola, Pemda Morotai justru memperlihatkan wajah ketimpangan hukum yang telanjang.

Padahal, kata Tahmid, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Selain itu, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN Pasal 52 ayat (3) secara tegas mengatur kewajiban pemberhentian ASN yang telah dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

“Jika aturan ini hanya diterapkan pada satu orang dan diabaikan pada yang lain, maka Pemda Morotai patut dinilai gagal menegakkan hukum,” kata Tamhid.

Ia menegaskan, pasca PTDH Yofani Bandari, Pemda seharusnya segera menyampaikan sikap resmi terkait tiga ASN lain yang status hukumnya sama, agar tidak memperburuk citra dan kepercayaan publik.

Sementara itu, jajaran pimpinan Pemda Morotai memilih bungkam. Sekda Pulau Morotai, Muhammad Umar Ali, yang dikonfirmasi wartawan di Kantor Dinas Keuangan pada Kamis lalu, menolak memberikan komentar. Sikap serupa ditunjukkan Kaban Keuangan Marwan Sidasi yang hanya menjawab singkat, “no comment.”

Kepala BKD Alfata Sibua juga belum memberikan tanggapan meski telah dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, sejumlah pejabat tinggi Pemda Morotai yang enggan disebutkan namanya mengakui bahwa ketiga ASN tersebut akan diberhentikan, namun dilakukan secara bertahap, sebuah alasan yang justru memantik kecurigaan publik atas standar ganda penegakan hukum.

Publik kini menunggu, apakah Pemda Morotai akan menegakkan hukum secara adil, atau terus membiarkan praktik tebang pilih merusak integritas birokrasi daerah. (Ode/Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini