![]() |
Devisi Investigasi dan Advokasi LPP-Tipikor , Sudarmono Tamher (tengah) saat melaporkan berbagai kasus dugaan tindak pidana ke Kejati Malut beberapa waktu lalu. (Kh) |
Pasalnya perusahaan nikel tersebut diduga belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), meski sudah mengelola lahan seluas 1.017 hektare di wilayah tersebut.
“Diduga kuat PT Darma Rosadi II belum mengantongi izin IPPKH, namun tetap melakukan aktivitas penambangan,” tegas Devisi Investigasi dan Advokasi LPP-Tipikor Malut , Sudarmono Tamher, Jumat, 22 Agustus 2025.
Ia menambahkan persoalan yang muncul tidak hanya terkait perizinan, tetapi perusahaan juga mengabaikan hak masyarakat Desa Fritu. Tercatat sekitar 600 hektare lahan warga hingga kini belum dibayarkan ganti rugi, meski telah dilakukan aktivitas tambang di atasnya.
“Pihak perusahaan juga belum melakukan pembayaran ganti rugi atas lahan masyarakat. Padahal kegiatan penambangan sudah berlangsung lama,” katanya.
Sudarmono menegaskan, praktik penambanaganPT Darma Rosadi Dua tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 158 yang mengatur sanksi pidana terhadap penambangan tanpa izin.
Atas persoalan ini, pihaknya berencana melakukan konsolidasi besar-besaran bersama organisasi kepemudaan dan elemen masyarakat di Maluku Utara untuk menggelar aksi demonstrasi, menuntut hak masyarakat yang selama ini terabaikan.
“Kami juga mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara agar segera memanggil dan memeriksa Direktur PT. Darma Rosadi Dua dan Kepala Teknik Tambang (KTT), Agusti Thalib terkait dugaan penambangan di lahan masyarakat tanpa izin serta tanpa pembayaran ganti rugi,” tegas Darmono* (Tim/Red)