![]() |
Kantor Kejati Maluku Utara. |
HALTENG - Kepala Dinas PUPR Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) dan PPK proyek Peningkatan Jalan Hotmix Wilayah I bakal dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara.
Laporan tersebut atas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Peningkatan Jalan Hotmix Wilayah I di Desa Wairoro Indah, Kecamatan Weda Selatan, Halteng dengan panjang 1.700 meter.
"Selain Kadis PUPR dan PPK, kami juga melaporkan Direktur CV. Kokoya Island yang mana kontraktor ini mengerjakan proyek Peningkatan Jalan Hotmix Wilayah I tersebut," tegas, Sartono Halek, Ketua DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara di Ternate, Sabtu, 23 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, proyek Peningkatan Jalan Hotmix Wilayah I yang dikerjakan oleh CV. Kokoya Island dengan nilai kontrak Rp. 13.872.000.000, yang bersumber dari APBD Halteng tahun anggaran 2025 di bawa kendali Dinas PUPR.
Sayangnya menurut Sartono, meski menguras APBD puluhan miliar namun pekerjaan proyek diduga tidak sesuai dengan spesifikasi atau melenceng dari RAB.
Ia memaparkan, dari hasil investigasi di lapangan, pekerjaan Lapisan Fondasi Aggregat atau LPA peningkatan Jalan Hotmix wilyah I ditemukan menggunakan material tanah timbunan dan kerikil. Hal ini menurutnya sangat fatal dan tidak masuk dalam spesifikasi.
"Oleh karenanya perbuatan ini sebagai bentuk dugaan tindak pidana yang di indikasikan pada perbuatan dugaan korupsi," jelasnya.
Sartono bilang, temuan lapangan dari hasil investigasi GPM itu juga menemukan banyak masalah pada pekerjaan proyek tersebut.
"Kami telah mengantongi data-datanya, selanjutnya pada Senin besok dokumen laporan resminya kami serahkan ke Kejati Maluku Utara untuk diusut. Kami juga menggelar aksi unjuk rasa untuk mengawal laporan ini" tegasnya.
Sorotan Warga Halmahera Tengah
Sebelumnya, salah satu sumber terpercaya yang rutin mengawasi proyek tersebut mengatakan, pekerjaan LPA pada proyek peningkatan jalan hot mix tersebut tidak sesuai komposisi blanding materialnya atau tidak sesuai spesifikasi teknis.
"Karena LPA yang sesuai spesifikasi untuk proyek jalan hot mix itu materialnya krikil yang dicampur dengan pasir, bukan tanah timbunan yang dicampur dengan krikil," terangnya saat wawancarai, pada Jumat, 15 Agustus 2025 lalu.
Menurutnya, material tanah timbunan itu di ambil dari Desa Mafa, Kecamatan Gane Timur dan digunakan pada pekerjaan LPA proyek peningkatan jalan hot mix di Halteng.
"Kalau LPA yang sesuai spesifikasi itu banyak krikilnya yang dicampur dengan pasir, sehingga saat penyiraman aspal itu bisa melekat langsung dengan kerikil," katanya.
"Jadi LPA untuk jalan hot mix itu harus di uji lab dulu sampel pasir dan kerikilnya
Dari situ baru bisa tau komposisi pasir berapa banyak dan krikilnya berapa banyak," sambungnya.
Ia juga menjelaskan, material pada LPA baik pasir dan kerikil juga memiliki ukuran sesuai spesifikasi. "Miisalnya kerikilnya lima sekop atau kalau mau di pake loder makan krikilnya lima dan pasirnya juga lima, lalu campurnya digunakan dengan alat. Itu LPA jalna hot mix yang betul," tandasnya.
Temuan DPRD Halteng
Pada Kamis, 21 Agustus 2025 Komisi III DPRD Halteng melakukan tinjauan langsung ke lokasi proyek Peningkatan Jalan Hotmix Wilayah I di Desa Wairoro Indah, Weda Selatan. Hasilnya, DPRD menyatakan pengawasan pada proyek tersebut sangatlah lemah.
Ketua Komisi III DPRD Halteng Aswar Salim seperti di beritakan Poskomalut mengatakan, pengecekan lapangan bersama Ketua DPRD itu setelah menerima laporan masyarakat, bahwa proyek tersebut diduga dikerjakan asal jadi.
“Jadi kami sudah turun cek dan tadi dari pihak pelaksana sampaikan, bahwa tenaga yang bertugas untuk mengetahui material LPA jalan hotmix layak atau tidak itu dari dinas terkait,” bebernya.
DPRD menyatakan pengawasan lapangan dari PUPR sangat lemah, berpotensi pada kualitas pekerjaan tidak sesuai spesifikasi.
Aswar menegaskan, setiap pekerjaan yang menelan anggaran cukup besar itu harus intens diawasi dinas dan konsultan.
DPRD juga menemukan material LPA yang tidak sesuai standar kelayakan.
“Temuan-temuan ini menurut kami juga tidak sesuai antara batuh pecah dengan pasir. Kami akan tindaklanjuti dengan PUPR,” katanya.
Ketua komisi III itu juga mendesak PUPR serius mengasi proyek belasan miliar tersebut, sehingga rekanan atau kontraktor tidak melenceng dari ketentuan pekerjaan fisik.
“Anggaran yang cukup besar ini kontraktor tidak bisa kita biarkan beketja leluasa seperti itu, karena ada hal lain yang harus diawasi,” tegasnya.
Senada, Anggota Komisi III, Kabir Hi Kahar menambahkan, pihaknya meminta penjelasan dinas terkait pekerjaan sesuai ketentuan dan kontrak.
Dinas harus turun awasi, jangan hanya sekedar surga telinga untuk memberikan keleluasaan ke pelaksana,” kesalnya.* (Red)