Cerita Guru Tua, Pejuang Literasi di Pedalaman Halmahera

Sebarkan:

Heras Siliba (68) pendiri rumah baca di pedalaman Loloda, Halmahera Barat, Maluku Utara. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Sungai Soasio di pedalaman Loloda, Halmahera Barat, kala itu sangat tenang. Setenang sorot mata Heras Siliba (68) saat disambangi kru cermat Kamis (13/12). Heras berdiri di selasar rumah bacanya, seolah sudah menanti kami.

Rambutnya sudah memutih. Namun, ia masih terlihat sangat kuat. Di usia sepuhnya, ia memiliki sebuah bangunan rumah baca kecil di sisi sungai. Dikelilingi rimba pepohonan yang asri, seperti hamparan mangrove dan pohon sagu yang berjajar di pinggiran sungai.

Para motoris yang membawa kami ke Desa Salu, tempat Heras tinggal. Foto: Ipang Mahardikha/cermat
Hari itu, motoris yang membawa kami perlahan memelankan mesin kala tiba di pedalaman Desa Salu, tempat di mana Heras menetap.

Saat hendak menambatkan perahu, sontak tertegun. Buku-buku berderet di rak kecil yang dibuat dari kayu. Sungguh pemandangan yang jarang ditemui di rimba Halmahera.

Suasana di tambatan perahu Desa Salu, satu-satunya akses menuju ke sana. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Heras kemudian turun dari rumah panggungnya dan menyambut kami. Ia lalu mengajak ke permukiman warga. Selain berbagi cerita mengenai kondisi sosial desa, ia tampak bersemangat menceritakan soal kesukaannya membaca serta mengoleksi buku. “Bagi saya, membaca itu kebutuhan dan membuka wawasan kita,” ujar Heras.

Kondisi jembatan di Desa salu. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Kami berbincang di selasar kantor desa. Ia mengaku rumah baca miliknya sudah ada sejak lama. Kecintaannya pada dunia pendidikan kala ia masih remaja.

Heras memang senang membaca karya-karya yang mengupas sosok Sukarno dan Soeharto. Presiden pertama dan kedua itu memang sangat dikaguminya.

“Saya memang suka membaca dari dulu, apalagi tulisan mengenai Sukarno dan Soeharto,” katanya.

Susana warga di Desa Salu. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Heras bilang, setiap hari ia selalu punya kesempatan untuk membaca buku. Kebiasaannya itu pula ditularkannya ke anak dan cucu-cucunya. Ia memang sengaja mendirikan rumah baca dekat rumahnya, agar cucu-cucunya bisa lebih akrab dengan buku-buku.

“Ya, kalau mau tidur pasti sempatkan baca buku dulu. Saya ingin anak dan cucu bisa ikut jejak saya,” tuturnya.

Tidak hanya membaca, Heras juga senang menulis. Ia pernah menulis autobiografi. Riwayat pribadi yang ditulisnya sendiri itu bahkan sudah dibuat seperti buku. “Ada kata pengantar dan pendahuluan juga dalam autobiografi saya,” ujarnya, tersenyum.

Berburu Buku hingga ke Ternate

Setiap kali punya kesempatan ke Ternate, Heras selalu berburu buku. Ia membelinya dengan uang sendiri. Ia mengaku, selama membangun rumah baca, belum pernah ada bantuan dari pihak manapun, baik berupa uang maupun buku bacaan. Awalnya, rumah baca itu memang untuk dirinya sendiri.

Penulis, Rajif Duchlun (Kiri) saat bertemu dengan Heras. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Membeli buku di Ternate bukan pekerjaan mudah, apalagi menetap di pedalaman Loloda. Heras harus beberapa kali naik transportasi laut untuk bisa sampai di Ternate; melewati bantaran sungai dengan perahu bermesin ke Pelabuhan Kedi, dan dari pelabuhan inilah, ia naik kapal kayu ke Ternate.

Biasanya perjalanan laut dari pelabuhan Kedi itu ditempuh selama tujuh jam. Kadang, Heras juga naik speedboat atau perahu bermesin ke Pelabuhan Kecamatan Ibu, lalu diteruskan dengan perjalanan darat ke Kecamatan Jailolo. Setelah itu, dari pelabuhan Jailolo, menyeberang lagi ke Ternate.

Aktivitas Heras Siliba di rumah baca di pedalaman Loloda, Halmahera Barat, Maluku Utara. Foto: Ipang Mahardhika/cermat
Buku-buku yang dibelinya merupakan buku-buku yang sudah tidak ditaruh di rak toko lagi. Ia membeli buku-buku tua atau yang sudah tidak dipajang, supaya harganya terjangkau dan dapat dalam jumlah yang banyak.

“Kalau ke Ternate saya cari buku-buku yang so (sudah) tidak dipajang, yang dorang (mereka) taruh di dalam gudang, supaya murah dan bisa beli dalam jumlah banyak,” ungkapnya.

Ia sering berburu buku cerita dan agama. Namun, bukan tidak mungkin, buku-buku genre lain juga dibelinya ketika sudah dijual dengan harga murah. Mantan Kepala Sekolah SD Desa Salu itu juga berharap, rumah baca yang dibuatnya itu bisa mendapat bantuan buku bacaan dari sejumlah pihak.

Kendati rumah baca itu tampak kecil, ia berkeinginan, kedepannya bisa memajang buku dalam jumlah yang banyak di rak rumah bacanya. Itu dilakukannya agar pemuda serta anak-anak di sekitarnya bisa akrab dengan dunia literasi.

“Tentu ingin sekali rumah baca ini bisa bermanfaat untuk anak-anak di sini,” harapnya.

Heras tinggal bersama istri. Anak-anaknya sudah menikah. Ada beberapa anak yang mengikuti jejaknya, yakni menjadi guru. Menjadi guru memang bukan sebuah kebetulan.

Ia sejak lama sangat menyukai profesi ini. Bahkan dari seorang guru pula, ia bisa mengenal dan mencintai dunia literasi.

“Dulu, torang (kami) punya guru pernah bilang, buku adalah gudang ilmu pengetahuan dan membaca adalah kuncinya,” ucapnya dengan nada pelan, seperti sedang mengenang sosok guru yang dimaksudnya.

Kami pun saling menatap dan tiba-tiba hujan deras sekali, turut menutup pembicaraan kami, kala itu.*

Penulis: Rajif Duchlun

==========

Artikel ini telah tayang di Kumparan.com dengan judul “Heras Siliba, Guru Literasi di Pedalaman Halmahera https://kumparan.com/ceritamalukuutara/heras-siliba-guru-literasi-di-pedalaman-halmahera-1tMRdr7CkUV/full?utm_source=kumMobile&utm_medium=whatsapp&utm_campaign=share&shareID=jGFkcTUE1WJv

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini