Heras Siliba (68) pendiri rumah baca di pedalaman Loloda, Halmahera Barat, Maluku Utara. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
Rambutnya sudah memutih. Namun, ia masih terlihat sangat kuat. Di usia sepuhnya, ia memiliki sebuah bangunan rumah baca kecil di sisi sungai. Dikelilingi rimba pepohonan yang asri, seperti hamparan mangrove dan pohon sagu yang berjajar di pinggiran sungai.
Para motoris yang membawa kami ke Desa Salu, tempat Heras tinggal. Foto: Ipang Mahardikha/cermat |
Saat hendak menambatkan perahu, sontak tertegun. Buku-buku berderet di rak kecil yang dibuat dari kayu. Sungguh pemandangan yang jarang ditemui di rimba Halmahera.
Suasana di tambatan perahu Desa Salu, satu-satunya akses menuju ke sana. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
Kondisi jembatan di Desa salu. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
Heras memang senang membaca karya-karya yang mengupas sosok Sukarno dan Soeharto. Presiden pertama dan kedua itu memang sangat dikaguminya.
“Saya memang suka membaca dari dulu, apalagi tulisan mengenai Sukarno dan Soeharto,” katanya.
Susana warga di Desa Salu. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
“Ya, kalau mau tidur pasti sempatkan baca buku dulu. Saya ingin anak dan cucu bisa ikut jejak saya,” tuturnya.
Tidak hanya membaca, Heras juga senang menulis. Ia pernah menulis autobiografi. Riwayat pribadi yang ditulisnya sendiri itu bahkan sudah dibuat seperti buku. “Ada kata pengantar dan pendahuluan juga dalam autobiografi saya,” ujarnya, tersenyum.
Berburu Buku hingga ke Ternate
Setiap kali punya kesempatan ke Ternate, Heras selalu berburu buku. Ia membelinya dengan uang sendiri. Ia mengaku, selama membangun rumah baca, belum pernah ada bantuan dari pihak manapun, baik berupa uang maupun buku bacaan. Awalnya, rumah baca itu memang untuk dirinya sendiri.
Penulis, Rajif Duchlun (Kiri) saat bertemu dengan Heras. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
Biasanya perjalanan laut dari pelabuhan Kedi itu ditempuh selama tujuh jam. Kadang, Heras juga naik speedboat atau perahu bermesin ke Pelabuhan Kecamatan Ibu, lalu diteruskan dengan perjalanan darat ke Kecamatan Jailolo. Setelah itu, dari pelabuhan Jailolo, menyeberang lagi ke Ternate.
Aktivitas Heras Siliba di rumah baca di pedalaman Loloda, Halmahera Barat, Maluku Utara. Foto: Ipang Mahardhika/cermat |
“Kalau ke Ternate saya cari buku-buku yang so (sudah) tidak dipajang, yang dorang (mereka) taruh di dalam gudang, supaya murah dan bisa beli dalam jumlah banyak,” ungkapnya.
Ia sering berburu buku cerita dan agama. Namun, bukan tidak mungkin, buku-buku genre lain juga dibelinya ketika sudah dijual dengan harga murah. Mantan Kepala Sekolah SD Desa Salu itu juga berharap, rumah baca yang dibuatnya itu bisa mendapat bantuan buku bacaan dari sejumlah pihak.
Kendati rumah baca itu tampak kecil, ia berkeinginan, kedepannya bisa memajang buku dalam jumlah yang banyak di rak rumah bacanya. Itu dilakukannya agar pemuda serta anak-anak di sekitarnya bisa akrab dengan dunia literasi.
“Tentu ingin sekali rumah baca ini bisa bermanfaat untuk anak-anak di sini,” harapnya.
Heras tinggal bersama istri. Anak-anaknya sudah menikah. Ada beberapa anak yang mengikuti jejaknya, yakni menjadi guru. Menjadi guru memang bukan sebuah kebetulan.
Ia sejak lama sangat menyukai profesi ini. Bahkan dari seorang guru pula, ia bisa mengenal dan mencintai dunia literasi.
“Dulu, torang (kami) punya guru pernah bilang, buku adalah gudang ilmu pengetahuan dan membaca adalah kuncinya,” ucapnya dengan nada pelan, seperti sedang mengenang sosok guru yang dimaksudnya.
Kami pun saling menatap dan tiba-tiba hujan deras sekali, turut menutup pembicaraan kami, kala itu.*
Penulis: Rajif Duchlun
==========
Artikel ini telah tayang di Kumparan.com dengan judul “Heras
Siliba, Guru Literasi di Pedalaman Halmahera” https://kumparan.com/ceritamalukuutara/heras-siliba-guru-literasi-di-pedalaman-halmahera-1tMRdr7CkUV/full?utm_source=kumMobile&utm_medium=whatsapp&utm_campaign=share&shareID=jGFkcTUE1WJv