Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat di Malut

Sebarkan:
Catatan kecil buat Kepala BPJN Maluku Utara

Oleh: Maskur J. Hi. Latif
Ketua DPD GMNI Maluku Utara

Maluku Utara, merupakan sebuah Provinsi yang terdiri dari 10 Kabupaten dan Kota. Ibu kota Provinsi ini berada di daratan Halmahera, tepatnya di Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.

Maluku Utara atau Malut merupakan provinsi bagian Timur Indonesia yang resmi terbentuk pada 4 Oktober 1999. Sebelumnya wilayah ini adalah sebuah kabupaten dari provinsi Maluku. Itu Berdasarkan UU RI Nomor 46 Tahun 1999. Jumlah penduduk provinsi  Maluku Utara di tahun 2021 mencapai 1.316.973 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 41 jiwa/km2.

Maluku Utara di tahun 2021 juga di mendapat predikat sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia dengan skor 76,34. Hal ini sesuai hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) Badan Pusat Statistik (BPS). Karenanya, Maluku Utara memiliki berbagai potensi ekonomi yang baik.

Angka pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara terus menunjukan peningkatan. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi ini, tentunya juga akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu contoh pengembangan Pembangunan infrastruktur jalan
khususnya di Maluku Utara membawa dampak yang signifikan dan trend positif
diantaranya; Mempercepat waktu tempuh antar kecamatan di Maluku Utara, Memperlancar waktu tempuh antar kota, Naiknya harga tanah di sekitar pembangunan infrastruktur jalan, Mengurangi kepadatan penduduk dikarenakan kota dan kabupaten di sekitar
Maluku Utara sudah mengalami kemajuan pembangunan.

Meskipun membawa dampak positif, pembangunan infrastruktur jalan juga membawa dampak negatif seperti, Berkurangnya lahan produktif pertanian, Adanya pengurangan luasan lahan terbuka hijau, Rusaknya lingkungan hidup di sekitar pembangunan infrastruktur jalan.

Dengan demikian muncul pertanyaan. Pertama siapakah yang akan memanfaatkan jalan tersebut setelah dibangun?, kedua berapa besar frekuensi masyarakat pengguna jalan pertahunnya setelah dibangun?, ketiga berapa kekuatan daya beli masyarakat lokal yang akan memanfaatkan jalan tersebut?. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini menjadi alasan yang kuat mempengaruhi keputusan di bidang infrastruktur transportasi darat yang diarahkan kepada masyarakat lokal secara keseluruhan.

Pertanyaan diatas juga harus dijawab oleh
penyelenggara jalan dalam hal ini Balai Pelaksanaan Jalan Nasional atau BPJN wilayah Maluku Utara, karena sejauh ini anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktut jalan di Maluku Utara belum sepenuhnya relevan dengan program dan kebutuhan masyarakat.

Justru yang ada saat ini adalah banyak pekerjaan di lapangan dilakukan peningkatan jalan, preservasi, dan penggantian jembatan. Padahal masyarakat sangat membutuhkan jalan baru untuk menembus isolasi fisik wilayah. Jangan-jangan pekerjaan peningkatan jalan itu belum layak dilakukan, namun kemudian dilakukan peningkatan, begitu juga dengan penggantian jalan. Jangan-jangan
fisik belum selesai, namun umur rencananya rusak kemudian dilakukan pergantian.

Lantaran itu, hemat penulis masyarakat menduga bahwa pekerjaan yang selama ini dilakukan dengan nama peningkatan dan pergantian hanya sebatas menyerap aspirasi pemodal bukan kebutuhan masyarakat. Sebab isolasi fisik akan membawa dampak terhadap pembangunan sosial ekonomi
pada wilayah-wilayah, hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan sulit dipasarkan ke kota terdekat sehingga praktis hanya dikonsumsi anggota keluarga.

Akibatnya, tingkat pendapatan masyarakat tetap rendah, lalu kemudian diklaim sebagai masyarakat miskin. Sehubungan dengan itu, maka peran pemerintah sangat diharapkan untuk dapat melahirkan terobosan baru dalam politik infrastruktur. Karena itu pemerintah melalui BPJN perlu mengkaji ulang program pelaksanaan jalan dan dasar kebijakan infrastruktur jalan, yang selama ini dilaksanakan sehingga
menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.

Penulis juga menyarankan kepada pemerintah daerah Kabupaten kota dan pemerintah provinsi agar dalam penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dapat di singkronkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang kedua penulis juga menyarankan kepada Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur Jalan (KPIJ) Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku Utara, agar dalam penetapan dan pengusulan program pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan harus berbasis wilayah, sehingga program pembangunan tersebut tidak terkesan bertumpuk pada suatu wilayah tertentu.**
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini