Laut Maluku, Sumber Gempa Bumi di Maluku Utara yang Kompleks

Sebarkan:

Oleh: Basri Kamaruddin
Staff BMKG Stasiun Geofisika Ternate

Gempa bumi kembali mengguncang wilayah Maluku Utara dan sekitarnya. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat kejadian gempa bumi pada hari Minggu, 14 Agustus 2022 pukul 11:47 WIT berkekuatan M5.8 dengan kedalaman 40 km berpusat di 63 km arah Utara pulau Batang Dua, Kota Ternate, Maluku Utara. Berdasarkan laporan dari masyarakat, dampak gempa bumi tersebut dirasakan III MMI di Pulau Batang Dua, II - III MMI di Manado, Bitung, Tomohon, dan Minahasa Tenggara, serta II MMI di Minahasa. Berdasarkan analisis BMKG, gempa bumi ini disebabkan oleh deformasi patahan lempeng laut Maluku dengan mekanisme pergerakan naik. Lokasi kejadian gempa bumi M5.8 ini berada di Laut Maluku.

Kondisi kegempaan Laut Maluku

Wilayah Maluku Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang sangat aktif kejadian gempabumi. Kondisi ini disebabkan oleh aktivitas sumber – sumber gempa bumi di wilayah tersebut, baik yang sudah dipetakan maupun belum. Sumber – sumber gempa bumi tersebut diantaranya zona subduksi Lempeng Filipina di bagian Utara, di bagian Selatan terdapat sesar Sula-Sorong, dan zona subduksi ganda Laut Maluku di bagian Barat.

Secara tektonik, wilayah Laut Maluku terdapat zona subduksi ganda karena adanya aktivitas pergerakan tiga lempeng tektonik pada wilayah tersebut, yaitu lempeng Laut Maluku, lempeng Halmahera, dan lempeng Sangihe. Lempeng Laut Maluku menunjam di bawah lempeng Sangihe di bagian Barat hingga kedalaman 600 Km dan lempeng Halmahera di bagian Timur hingga kedalaman 250 Km (Dimas Bambang Sukmana Putra, 2014). Kondisi ini mengakibatkan tekanan pada wilayah Lempeng Laut Maluku dan adanya sesar naik di Punggungan Mayau.

Berdasarkan historis kejadian gempa bumi periode 5 tahun terakhir, BMKG mencatat lebih dari 7100 kejadian gempa bumi yang terjadi di wilayah Maluku Utara dengan 248 kejadian gempa bumi dirasakan. Hampir 80% kejadian gempabumi tersebut merupakan kejadian gempabumi dengan kekuatan moderat (M3 – M5) dan kedalaman dangkal (kurang dari 60 km). Jika ditinjau dari lokasi kejadian, sekitar lebih dari 3900 kejadian gempa bumi tersebut berlokasi di wilayah Laut Maluku. Selain itu, lebih dari 50% kejadian gempa bumi dirasakan yang tercatat oleh BMKG berlokasi di Laut Maluku. Kejadian gempa bumi yang berlokasi di Laut Maluku ini didominasi oleh mekanisme pergerakan patahan naik sebagai akibat dari deformasi lempeng laut Maluku.

Data – data historis kejadian gempa bumi tersebut menunjukkan bahwa wilayah Laut Maluku merupakan wilayah aktif gempa bumi. Sehingga, sangat perlu bagi pemerintah daerah bekerja sama dengan para stake holder nya untuk mensosialisasikan pentingnya pengurangan resiko gempa bumi untuk meminimalisir dampak yang timbul.

Pengurangan Resiko

Salah satu upaya pengurangan resiko gempa bumi adalah melalui kegiatan mitigasi bencana gempa bumi. Mitigasi merupakan serangkaian upaya mengurangi resiko bencana terhadap kawasan rawan bencana melalui pembangunan fisik dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana. Pemerintah daerah perlu menggandeng para stake holders untuk bersama – sama melakukan upaya mitigasi bencana gempa bumi di suatu daerah.

Mitigasi bencana gempa bumi terbagi dalam dua bagian yaitu mitigasi struktural dan non-struktural. Mitigasi struktural lebih mengarah kepada pengurangan resiko gempa bumi dalam bidang sosial ekonomi. Sedangkan mitigasi non struktural berupa kebijakan dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesadaran akan dampak bencana gempabumi.

Salah satu kegiatan mitigasi non-struktural yang bisa dilakukan yaitu sosialisasi tentang potensi bahaya bencana gempabumi secara rutin. Kegiatan sosialisasi ini juga bisa dibarengi dengan simulasi bencana gempabumi dan tsunami untuk melatih kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi. Selain itu, kegiatan pemetaan daerah rawan gempabumi dan tsunami juga perlu dilakukan. Jalur evakuasi juga perlu dibuat, hal ini bertujuan agar saat terjadi bencana, masyarakat sudah mengetahui kemana harus melakukan evakuasi. Untuk mitigasi struktural, salah satunya bisa dilakukan dengan merancang konstruksi bangunan yang sesuai dengan SNI 1726:2019 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI 1726:2019 merupakan Standar Nasional Indonesia tentang bangunan tahan gempa.

Hingga saat ini, gempa bumi memang belum bisa di prediksi. Namun, Ada baiknya kita selalu waspada dan siap siaga dalam menghadapi bencana gempabumi. Apalagi kita tinggal di Maluku Utara yang merupakan daerah aktif gempabumi. Upaya pengurangan resiko melalui mitigasi bencana gempa bumi sangat perlu diterapkan sebagai usaha untuk mengurangi dampak akibat gempa bumi.***

Tentang Penulis: Basri Kamaruddin, lahir di Ternate 23 Februari 1989 berdomisili di Kelurahan Kayumerah Rt 06 Rw 02 Ternate. Berstatus PNS aktif di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang bertugas staf operasional di Stasiun Geofisika Ternate sejak Oktober 2012.
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini