Era Society 5.0 dan Manajemen Pelayanan Publik di Maluku Utara

Sebarkan:

Oleh: Chrisvanus Th Lahu
Sekretaris GMKI Cabang Ternate

Mungkin kita pernah menonton sebuah film berjudul “Snowden” dirilis Tahun 2016, yang mengisahkan seorang ahli professional komputer ketika membocorkan data rahasia intelijen negara hingga di cap pengkhianat namun dipuji oleh masyarakat. Dari film ini banyak pesan moral serta membuka wawasan terhadap kecanggihan teknologi informasi yang kian pesat. Namun film ini bukan membuat kita “De Javu” pada realitas sekarang ini, yang atas ulah “Bjorka”, yang menghebohkan nusantara hingga presiden harus membentuk tim khusus untuk melawannya.

Kita semua merasakan betul bagaimana pesatnya perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir ini.  Sebuah transformasi luar biasa yang di torehkan oleh para ahli memang patut diapresiasi. Media elektronik maupun media cetak, seakan tak habisnya membahas peluang serta tantangan transformasi digital kekinian terhadap pola perilaku hingga kebudayaan masyarakat. Artificial Inteligence (AI), Internet of Things, robot serta metaverse sekarang menjadi familiar yang tidak hanya digunakan dalam dunia bisnis, tetapi juga menjadi kebutuhan manusia pada umumnya. Dalam perkembangan teknologi informasi ini, terdapat juga tantangan yang begitu kompleks yang kemudian diramalkan oleh beberapa peneliti melalui jurnal ilmiahnya. Dalam beberapa penelitian  menyimpulkan, akan sangat banyak pekerjaan manusia digantikan oleh robot yang mampu menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan efektif dan efisien dibandingkan kerja manual yang dikerjakan manusia. Sehingga, mereka yang bertahan dalam sebuah perusahaan adalah mereka yang mampu beradaptasi dan mampu menguasai teknologi, bukan teknologi yang menguasainya. Demikian simpang siur beritanya, namun ini dibuktikan dengan penelitian serta ramalan teknologi oleh para peneliti.

Pada era digitalisasi saat ini, konsep Society 5.0 menjadi topik menarik dan menggiurkan untuk di telaah lebih jauh, bagaimana teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan manusia, dengan pemanfaatan teknologi modern hingga beragam inovasi dan tidak sekedar menjadi media bertukar informasi semata. Perkembangan konsep society  yang digagas negara jepang ini, memiliki penyempurnaan dari waktu ke waktu. Berawal dari society 1.0 di mana manusia berada di era berburu dan mengenal tulisan, kemudian society 2.0 yang merupakan era pertanian, di mana masyarakat sudah mulai bercocok tanam. Sedangkan society 3.0 sudah memasuki era industri, yaitu ketika manusia sudah memanfaatkan mesin untuk membantu aktivitas. Sementara society 4.0 atau revolusi industri 4.0, di mana manusia sudah mengenal teknologi komputer hingga internet kini, society 5.0 hadir dengan mengusung konsep bahwa semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Pengaruh konsep society 5.0 rupanya memberikan perubahan yang cukup signifikan saat negara Jepang menerapkannya. Sebab seiring pertumbuhan ekonomi, kehidupan masyarakat menjadi makmur dan nyaman. Permintaan energi dan bahan makanan juga turut meningkat, serta umur masyarakat menjadi lebih panjang.
(Artikel inMarketing 2022).

Perkembangan Pelayanan Publik Maluku Utara

Dilansir dari data Ombudsman RI pada Triwulan I Tahun 2022, setidaknya ada 2.706 pengaduan masyarakat terkait dengan pelayanan publik dan yang paling mendominasi sasaran laporannya yaitu pada institusi Pemerintah Daerah (Pemda) dengan 1.403 Laporan. Pada Maluku Utara sendiri di awal Tahun 2022 kepatuhan terhadap standar pelayanan publik masih belum membaik alias belum memenuhi standar karena dari 10 Kabupaten Kota di Maluku Utara, tiga diantaranya masih berada pada kategori rendah, sedangkan 7 Lainnya masih pada kategori sedang. Artinya diantara 10 Kabupaten/Kota belum ada yang menorehkan prestasi yang signifikan pada sektor pelayanan publik. Dengan rujukan amanat UU NO 25 TAHUN 2009 Tentang Pelayanan Publik BAB IV yang telah jelas tersampaikan bagaimana hak, kewajiban dan larangan penyelenggara dalam pelayanan publik seharusnya dimaksimalkan dengan baik. Dalam catatan ini setidaknya memberikan gambaran bagaimana praktik maladministrasi masih menjadi penyakit birokrasi dan indikator utama dalam anjloknya tren pelayanan publik.

Hubungan Era Society 5.0 Dengan Manajemen Pelayanan Publik

Dalam jurnal ilmiah penelitian Andika Yasa Dkk (2021) mengemukakan dinamika yang kompleks tidak terealisasinya konsep society 5.0 diakibatkan patologi birokrasi yang tak kunjung baik, misalnya “Budaya Korupsi” serta ketidaksiapan beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi hingga berpengaruh terhadap lambannya proses perencanaan dan pengembangan SDM di lingkup pemerintah daerah hingga berujung pada citra birokrasi yang tidak Good Governance.

Kembali pada era society 5.0, hubungannya dengan sistem pelayanan publik ini menawarkan pekerjaan dengan instan namun tidak mengabaikan nilai efektifitas dan efisiennya, hingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan dengan baik sesuai dengan UU NO 25 TAHUN 2009. Pada kondisi kekinian, manusia seakan berada dalam dua kehidupan yaitu dunia yang nyata serta dunia virtual yang mampu mengkolaborasikan keduanya untuk kebutuhan manusia. Proses ini kemudian mempengaruhi seluruh lini termasuk dunia birokrasi dan sistem pelayanan publiknya. Pelayanan yang secara langsung (face to face), sekarang tidak lagi efektif (bagi daerah yang sudah terpenuhi kebutuhan teknologinya) serta banyak memiliki dampak negatif misalnya praktik nepotisme, gratifikasi, pungli dan lain sebagainya sehingga berujung pada terjadinya maladministrasi. Buku Manajemen Pelayanan Publik yang ditulis Lailul Mursyah & ilmi usrotin chiriyah  (2020) menjabarkan setidaknya enam asas pelayanan publik meliputi transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak yang jika dilakukan secara benar, maka tidak ada pelanggaran-pelanggaran seperti yang disebutkan di atas. Namun dalam realitas implementasinya, kadang sangat bertolak belakang dengan aturan yang ditetapkan, sehingga butuh perencanaan strategis yang lebih efektif untuk meminimalisir permasalahan tersebut. Salah satunya pemanfaatannya teknologi informasi yang tepat sasaran dengan tetap mempertimbangkan aspek humanistik, sehingga menjadi familiar dilingkungan masyarakat. Contoh pemanfaatan teknologi yang tepat sasaran ialah penerapan e-Parking di kota Ternate yang akhir-akhir ini disosialisasikan, sehingga menjadi salah satu strategi jitu untuk menghindari “Pungutan Liar” serta pelanggaran lainnya untuk menjamin pelayanan terhadap masyarakat yang prima. Walaupun hal demikian  sudah lama diberlakukan pada kota-kota besar di Indonesia. Untuk tercapainya pelayanan publik yang maksimal dan tepat sasaran sebagai bentuk Reformasi Birokrasi, maka peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis pelatihan  menjadi indikator penting serta memiliki peran strategis untuk mencapai kepuasan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam penelitian Andika Yasa Dkk (2021), mengulas setidaknya ada tiga faktor penting untuk mencapai reformasi birokrasi berbasis Society 5.0 yaitu unggul pengetahuan terhadap berbagai perkembangan teknologi informasi serta beragam inovasi, unggul keterampilan dalam mengoperasikan dan mengendalikan teknologi informasi serta platform untuk mengakses berbagai kebutuhan birokrasi serta unggul mental dan sikap dalam menghadapi tantangan yang kompleks ini. Meski demikian, di beberapa jurnal ilmiah menemukan hasil implementasi society 5.0 yang tidak efektif dan efisien di birokrasi, disebabkan oleh tidak tersedianya infrastruktur serta berbagai media platform yang memadai di berbagai organisasi perangkat daerah sehingga berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik. Maka pemerintah sekarang seharusnya menaruh perhatian khusus serta mampu memenuhi ketersediaan infrastruktur serta media teknologi informasi dan komunikasi untuk memaksimalkan kerja-kerja ASN dalam melaksanakan pelayanan publik yang terukur dan akuntabel sesuai dengan asas pelayanan publik. Dengan demikian transformasi digital serta reformasi birokrasi akan memiliki progres yang positif dan akan sangat berdampak terhadap kepercayaan masyarakat serta mengurangi tren pengaduan pada lembaga Ombudsman Republik Indonesia.*
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini