Anggota Komite IV DPD RI daerah pemilihan Maluku Utara, Ikbal Hi. Djabid, saat menggelar kunjungan kerja ke Bank Indonesia (BI) Perwakilan Maluku Utara. (Kabarhalmahera.com) |
Kunjungan tersebut dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dengan fokus pada peran Bank Indonesia dalam pemberdayaan UMKM.
Pasalnya, permasalahan yang muncul terkait dengan implementasi dari undang-undang tersebut kata Ikbal Hi. Djabid masih saja dijumpai. Diantaranya, pertama UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank atau lembaga keuangan lainya, baik karena kendala teknis, sebagai contoh tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala nonteknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Kedua, masih banyak pelaku UMKM mengakses kredit ke institusi keuangan lainnya seperti fintech peer to peer lending yang lebih mudah diakses. Meski belum besar nilainya, pelaku UMKM terus mencari akses pembiayaan yang lebih mudah.
Ketiga, Saat ini Presiden memberi target penyaluran kredit terhadap para pelaku UMKM di tahun 2024 adalah sebesar persen dari total kredit. Namun, hingga akhir 2022, presentase penyaluran kredit UMKM baru sekitar 21 persen. Pada saat yang sama, Bank Indonesia terus menaikkan tingkat suku bunga acuan sehingga memiliki pengaruh terhadap kredit UMKM saat ini.
Keempat, masih ditemukan bahwa para penerima KUR umumnya adalah nasabah bank yang memang sudah bankable, yang selama ini sudah mendapatkan kredit bank dengan bunga komersial. Sementara itu, UMKM yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank masih tetap belum terbantu oleh KUR dengan berbagai alasan.
Kelima, masih ada sekitar 2 dari 3 pelaku usaha ultra mikro yang belum mendapatkan layanan keuangan formal. Sedangkan dari penerima pembiayaan ultra mikro eksisting, baru sekitar 1 dari 5 pelaku usaha ultra mikro yang mendapatkan pendanaan cukup dan sisanya masih membutuhkan tambahan pendanaan.
Keenam, masih perlu ditingkatkannya literasi keuangan masyarakat, yakni 49,68 persen menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 oleh OJK. Angka tersebut semakin rendah pada segmen pelaku usaha ultra mikro karena rendahnya akses terhadap informasi bidang keuangan. Dampaknya, masih banyak pelaku usaha mikro yang belum mengetahui atau memahami produk atau instrumen keuangan, termasuk yang berasal dari program pemerintah.
Ketujuh, Inflasi tinggi serta stagnasi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara dunia memiliki dampak terhadap perekonomian Indonesia. Pengelolaan inflasi yang cermat harus dilakukan agar mampu menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat di berbagai daerah. Sebab, target inflasi pada tahun 2022 tidak mampu tercapai. Terlebih, saat ini Indonesia memasuki masa Ramadan sebagai salah satu sumber inflasi musiman secara tahunan.
"Jadi kunjungan kerja ini juga untuk mendapatkan informasi dan aspirasi dari masyarakat dan stakeholder, " ujar Iqbal saat diwawancarai.
Selain itu kata dia, juga mejaring informasi mengenai upaya Bank Indonesia dalam memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada pengendalian harga-harga yang berakibat pada pendapatan riil masyarakat.
"Itu termasuk UMKM, serta daya saing perekonomian nasional," tandasnya. (Red)