![]() |
Aksi unjuk rasa LPP Tipikor di Kantor BP2JK Wilayah Maluku Utara. (Kh) |
Aksi demo ini buntut dari kejanggalan dalam pelaksanaan tender yang dilakukan oleh BP2JK Malut sepanjang 5 tahun terakhir.
Ketua LPP Tipikor Zainal Ilyas mengatakan, berdasarkan penelusuran data dan informasi, terdapat beberapa oknum kontraktor di Maluku Utara yang diduga mendapatkan pekerjaan proyek pada Kementrian PUPR melalui Balai PJN, Balai Cipta Karya dan Balai Wilayah Sungai Maluku Utara, lebih dari batas kemampuan Sisa Kemampuan Paket (SKP) dengan motif atau spekulasi menggunakan perusahaan lain.
Kondisi ini, kata Zainal telah berdampak serius terhadap pelaksanaan kegiatan proyek di lapangan, akibat dari ketidakmampuan finansial dan peralatan perusahaan tersebut.
“Hal tersebut juga telah menyebabkan kerusakan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang selama ini terjadi. Karena akibat dari perencanaan dan pengadaan yang tidak cermat berupa ketidaksesuaian spesifikasi barang/jasa, keterlambatan pengadaan, penurunan kualitas hasil, pemborosan anggaran, sanksi administrasi, gugatan perdata, hingga tuntutan pidana,” katanya.
Ia menyatakan bahwa dugaan ini bertentangan dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo. UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang tidak sehat, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diterbitkan 30 April 2025, sebagai perubahan kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan perubahannya Perpres 12 Tahun 2021.
Dalam aksi ini, sambung Zainal, LPP Tipikor juga meminta pihak BP2JK Malut untuk menjelaskan perihal paket lelang PRESERVASI JALAN WEDA MAFA MATUTING- SAKETA dengan Nilai Pagu Sebesar Rp 149.726.518.000, yang kemudian dimenangkan oleh PT Buli Bangun dengan Nilai Penetapan Pemenang sebesar Rp 98.675.316.613.
“Jika dihitung maka terdapat Nilai sebesar Rp 51.051.201.387 atau sekitar sekitar 34 % dari total nilai pagu yang dibuang dalam dokumen penawaran. Tentu hal ini dalam kesimpulan kami nilai penawaran tersebut dengan penawaran terendah, yang tentunya dapat mempengaruhi nilai kulaitas dan mutu pembangunan jalan,” ucapnya.
Selain itu, pihak BP2JK Wilayah Malut juga diminta menjelaskan perihal paket lelang Pekerjaan PEMBANGUNAN JEMBATAN KALIBUTU yang dikerjakan oleh PT Sederhana Jaya Abadi senilai Rp 16.503.800.000.
“Karena di dalam Dokumen Pelelangan disebutkan bahwa pengadaan material dan komponen jembatan rangka baja tipe B bentang 50 meter telah tersedia di Gudang PU Citeureup sehingga biaya pembelian rangka jembatan tidak ada, hanya biaya pengiriman rangka jembatan dari Gudang Citeureup sampai dengan lokasi kegiatan yang ditanggung oleh penyedia jasa. Mohon dapat diberikan penjelasan terkait dengan hal tersebut dan Apakah Pekerjaan ini merupakan Kontrak Tunggal (1 tahun anggaran) atau Pekerjaan Multiyears (Kontrak Jamak),” sambungnya.
Zainal meminta Aparat Penegak Hukum di Malut maupun KPK RI agar melakukan pengawasan ketat terkait dengan proses tender yang dilakukan BP2JK Wilayah Malut.
“Kuat dugaan terdapat sejumlah paket proyek di Malut yang dikerjakan oleh dua kontraktor besar yaitu Budi Liem dan Renny Laos. Ini sebenarnya ada apa? Seakan di daerah ini tidak ada kontraktor lain selain mereka,” ucapnya.
Selain itu, menurutnya, fakta di lapangan menemukan bahwa sejumlah pekerjaan yang direkomendasikan melalui lelang BP2JK, pihak rekanan maupun kontraktor tidak memiliki kompentensi kualitas dan mutu pekerjaan, hampir senatero pekerjaan yang diberikan, justru berimplikasi pada perbuatan tindak pidana korupsi.
“Terbukti, sebagian dari itu dalam penanganan proses hukum di Kejati dan Polda Malut. Sehingga kami meminta kepada Kementerian PUPR untuk mengevaluasi kinerja Kepala BP2JK dan BPJN Malut. Bahkan jika perlu pelaksanaan kegiatan proyek kementerian di Malut diberikan saja kepada BUMN untuk dikeola,” lanjutnya.
“Jika atensi ini tidak diperhatikan maka kami mendesak Gubernur Sherly Laos dan seluruh bupati maupun wali kota untuk ambil alih segera ruas jalan dan ditangani oleh Dinas PUPR,” sambungnya. * (tim/red)