Tidore Butuh Pembangunan Museum Maritim Bawah Laut 

Sebarkan:

Oleh: Sofyan Saraha
Asisten I Setda Kota Tidore Kepulauan

Kedatangan Spanyol di Tidore pada tanggal 8 November 1521 melalui Ekspedisi Magellan-Elcano dicatat sebagai sebuah eksepedisi maritim pertama yang berhasil mengelilingi bumi, sekaligus membuktikan bahwa bentuk bumi adalah bulat dengan titik nol berada di pulau Tidore.

Tidore bersama Ternate, Moti, Makian, Bacan dan Jailolo yang dikenal sebagai “dunia Maluku” pada saat itu merupakan sebuah pusat emporium rempah dunia yang ikut menentukan perubahan geopolitik dan ekonomi global (Susanto Zuhdi, 2018).

Berdasarkan alasan sejarah tersebut, Tidore ditetapkan menjadi anggota organisasi GNMC (Global Network Magellan Cities) dalam pertemuan ke-5 GNMC di Cebu Philipina pada bulan Februari tahun 2016. Global Network Magellan Cities atau Jaringan Global Kota-Kota Magellan adalah sebuah organisasi jaringan kota-kota dunia yang terhubung dengan sejarah Ekspedisi Magellan-Elcano.

Organisasi GNMC beranggotakan 25 kota dari 20 negara yang pernah disinggahi oleh Ekspedisi Magellan-Elcano dan kota Tidore adalah satu-satunya kota di Indonesia yang masuk sebagai anggota organisasi GNMC.

Sejak itu Tidore selalu berpartisipasi aktif, bahkan atas dukungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Tidore sukses menjadi tuan rumah pertemuan ke-10 GNMC pada bulan Juli 2019. 

Pertemuan ini merupakan bagian dari road map menuju rencana Perayaan 500 Tahun Keliling Dunia Magellan-Elcano, yang dikemas dalam bentuk Sail Tidore untuk mempertegas kembali narasi sejarah tentang posisi Indonesia sebaga poros maritim dunia sekaligus sebagai sarana promosi potensi daerah dan penguatan kerja sama internasional dengan negara-negara anggota GNMC.

Selain itu, salah satu alasan penting dilaksanakannya Sail di Indonesia adalah untuk mempercepat proses pembangunan di daerah lokasi Sail berdasarkan potensi kemaritiman yang dimiliki. Untuk itu dibutuhkan identifikasi potensi unggulan yang relevan dengan tema Sail untuk dikembangkan sebagai trigger untuk memacu percepatan pembangunan di lokasi Sail. 

Sebagai contoh, di Morotai terdapat peninggalan sejarah Perang Dunia II dan potensi perikanan serta wisata bahari yang belum dikelola secara baik. Namun dengan adanya Sail Morotai pada tahun 2012, Pemerintah Pusat kemudian membangun Museum Perang Dunia II dan menetapkan Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, dengan menjadikan Morotai sebagai pusat industri  perikanan dan pariwisata.

Tidore sebagai lokasi pelaksanaan Sail Indonesia Tahun 2022, memiliki beragam potensi kemaritiman yang berkaitan dengan tema Sail yaitu “TIDORE : Kota Warisan Dunia, Perekat Bangsa-Bangsa”. 

Salah satu potensi di bidang kemaritiman yang sangat relevan dengan tema Sail di atas adalah temuan situs sejarah bawah laut atau Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dari Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LKSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.  Situs sejarah ini berada di dua lokasi berbeda yaitu di tanjung Soasio dengan kedalaman 15-20 m & Tanjung Tongowai dengan kedalamam 30-42 m.

Beberapa artefak yang ada di dua situs sejarah bawah laut ini, adalah fragmen piring dan mangkok keramik dari China pada masa Dinasty Ming, Fragmen guci dari China dan Thailand, fragmen papan kayu yang diperkirakan berusia lebih dari 800 tahun. Selain itu juga ditemukan meriam besi yang berada di kedalamam 37-42 m yang diduga berasal dari Macao/China. 

Beberapa artefak berupa guci dan piring yang pernah diangkat pada tahun 1990-an, tersimpan di mess Itogapura milik Pemda Halmahera Tengah. Sementara beberapa artefak lainnya berupa meriam dan guci masih terkubur di dasar laut tanjung Soasio dan Tongowai. Tentunya hasil riset ini masih membutuhkan riset-riset lanjutan untuk memperkuat narasi sejarah Indonesia sebagai poros maritim dunia maupun kepentingan negara-negara lain yang ada kaitannya dengan berbagai artefak di dasar laut tanjung Soasio dan Tongowai. 

Untuk itu, peninggalan sejarah bawah laut yang saat ini dalam kondisi tidak terawat karena membutuhkan biaya yang cukup besar, harus dilindungi dan dikembangkan menjadi daya tarik wisata sekaligus bahan riset kemaritiman dengan membangun sebuah MUSEUM MARITIM DUNIA. Museum ini selain menyajikan narasi sejarah di dalam gedung museum dengan beberapa barang peninggalan yang sudah diangkat ke permukaan, juga menyajikan keindahan alam bawah laut bagi para diver dan peneliti sejarah bawah laut yang ingin melihat secara langsung barang peninggalan aslinya di dasar laut.  

Selain situs sejarah bawah laut, alasan lain pentingnya dibangun Museum Maritim di Tidore adalah sejarah panjang perjuangan Sultan Nuku dari Tidore dalam mengarungi lautan dengan bekal Ilmu Falak (berpatokan pada lintasan benda-benda langit seperti bintang dan bulan). 

Sultan Nuku terkenal sebagai Pahlawan Nasional yang tidak pernah kalah dalam peperangan di laut dalam mengusir penjajah dengan armada Kora-Kora. Sultan Nuku tahu kapan harus singgah di sebuah pulau, dan kapan harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ilmu Falak.

Belajar dari Bilbao Effect, yaitu dampak yang luar biasa dari pembangunan Museum Gugenheim di Bilbao Spanyol, yang mampu merubah sebuah dermaga tua yang tidak terawat menjadi sebuah daya tarik yang memberikan multi effect pada sektor lainnya, maka diharapkan pembangunan Museum Maritim berlandaskan potensi situs sejarah bawah laut ini akan menjadi trigger yang juga akan memberikan multi effect ke semua sektor pembangunan termasuk Investasi dan pengembangan UMKM di Kota Tidore Kepulauan dan Maluku Utara pada umumnya pasca pelaksanaan Sail Tidore Tahun 2022. 

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka pembangunan Museum Maritim/Museum Bawah Laut di Kota Tidore Kepulauan sebagai pusat riset maritim dunia dan daya tarik wisata menjadi penting untuk dilaksanakan. Dan hal ini akan menjadi salah satu bagian dari usulan Tidore Pasca Sail sebagai Kawasan Strategis Nasional Sosial Budaya.*
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini