![]() |
| Kondisi bangunan SMP di Desa Asimiro, Loloda Utara yang di terpa banjir. (Warga) |
Hujan deras yang mengguyur sejak pukul 08.00 hingga 09.20 WIT memicu luapan sungai yang membelah pemukiman warga, mengubah desa damai itu menjadi lautan lumpur yang mengancam nyawa.
“Hujan turun sekitar satu setengah jam, langsung terjadi banjir,” ungkap Merwin Andalangi, salah seorang warga, dengan nada cemas saat dihubungi Kabarhalmahera.com, Rabu siang.
Ia mengungkapkan, banjir di Desa Asimiro bukan hal baru. Setiap hujan lebat, air selalu meluap, menenggelamkan rumah, jalan, bahkan halaman sekolah anak-anak.
![]() |
“Kami tidak pernah lepas dari banjir kalau hujan deras,” tambah Andalangi.
Ironisnya pemerintah setempat, baik Kabupaten Halmahera Utara maupun Provinsi Maluku Utara, tampak menutup mata. Tidak ada bendungan, tanggul, atau sistem penahan air. Warga yang berada di tepi sungai seolah dibiarkan berhadapan langsung dengan ancaman air setiap musim hujan.
Padahal ancaman itu nyata. Anak-anak yang pergi ke sekolah, keluarga yang tidur di rumah, harta benda yang menjadi saksi hidup sejarah desa—semuanya berada dalam risiko tinggi.
Desa Asimiro terus menjadi lautan lumpur sementara pemerintah tetap abai. Banjir bukan lagi sekadar bencana alam, tapi ancaman harian bagi keselamatan manusia.
Asimiro juga merupakan salah satu desa lingkar tambang pasir besi PT Sumber Ardi Swarna atau SAS. (Red)

