![]() |
| Wakil Ketua I DPRD Halteng, Munadi Kilkoda. |
WEDA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Tengah menguliti kinerja Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait tidak diusulkannya 115 tenaga honorer sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.
Wakil Ketua I DPRD Halteng, Munadi Kilkoda, menyebut penjelasan BKPSDM penuh kejanggalan. Dalam rapat itu, salah satu staf BKPSDM, Fera, menyatakan tidak pernah ada surat dari Kementerian PAN-RB yang meminta tambahan usulan 115 orang tersebut.
“Yang ada, setelah rapat DPRD dan pemerintah daerah beberapa waktu lalu, pemda mengusulkan tambahan 115 orang agar ditetapkan sebagai PPPK Paruh Waktu. Tapi usulan itu ditolak KemenPAN-RB,” kata Munadi, Selasa, 23 Desember 2025.
Masalah tak berhenti di situ. Kepala Bidang Informasi dan Pemberhentian BKPSDM, Alferra Lidamsari Ely, berdalih 115 tenaga honorer itu tidak diusulkan karena nama mereka tidak tercantum dalam SK PTT 2025.
Pernyataan tersebut langsung dibantah keras Munadi. Ia menyebut alasan itu mengada-ada dan menyesatkan.
“Kalau nama tidak ada dalam SK PTT, bagaimana mungkin mereka masih bekerja dan menerima gaji sampai sekarang? Ini logika sederhana,” ujar Munadi.
Ia mencontohkan, terdapat lima tenaga PTT di Sekretariat DPRD Halteng yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun, masih menerima gaji, namun tetap gagal ditetapkan sebagai PPPK Paruh Waktu.
Munadi menegaskan, dasar pengusulan PPPK bukan semata SK PTT, melainkan keberadaan data tenaga honorer dalam pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Itu dasar hukumnya. Selama datanya ada di database BKN, mereka seharusnya diusulkan,” katanya.
Data BKPSDM Halteng mencatat, total tenaga PPPK Paruh Waktu berjumlah 760 orang. Dari jumlah itu, 634 orang telah diusulkan ke BKN, sementara 115 orang lainnya sengaja tidak diusulkan.
“Yang ironis, sebagian besar dari 115 orang ini justru tercatat dalam database BKN. Jadi alasan tidak mengusulkan mereka adalah kekeliruan besar,” ujar Munadi.
DPRD Halteng berencana melayangkan surat resmi ke Kementerian PAN-RB serta melaporkan persoalan ini ke Komisi II DPR RI agar ditindaklanjuti secara serius.
Keluhan serupa disampaikan Hartina Dahlan, salah satu honorer yang tidak diusulkan. Ia mengaku mengabdi sejak 2018 hingga 2024 dengan gaji hanya Rp600 ribu per bulan.
“Saya honor sejak 2018, nama saya terdaftar di database BKN, tapi tetap tidak diusulkan sebagai PPPK Paruh Waktu,” kata Hartina.
Ironisnya, menurut Hartina, justru terdapat sejumlah nama dalam daftar 634 orang yang diusulkan, namun tidak terdaftar dalam database BKN.
Padahal, aturan pemerintah secara tegas menyebutkan bahwa kebijakan pengangkatan honorer tahun 2025 diprioritaskan bagi tenaga yang terdaftar dalam database BKN, baik untuk PPPK penuh waktu maupun paruh waktu.
“Yang terdaftar di database BKN seharusnya menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Informasi dan Pemberhentian BKPSDM Halteng, Alferra Lidamsari Ely, saat dikonfirmasi kembali mengenai tidak diusulkannya 115 tenaga honorer tersebut, menolak memberikan keterangan. (Dir/Red)
