![]() |
| Proyek RSP Halbar yabg diduga mangkrak. (Istimiewa) |
Proyek strategis sektor kesehatan yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) itu telah menyerap lebih dari Rp17 miliar. Namun hingga kini, bangunan rumah sakit belum dapat difungsikan. Pekerjaan fisik terhenti tanpa kejelasan, sementara masyarakat Halmahera Barat tak memperoleh manfaat apa pun.
Padahal, total anggaran pembangunan RSP Halbar yang dikucurkan Kementerian Kesehatan RI pada APBN 2023 mencapai lebih dari Rp42 miliar. Uang negara telah mengalir deras, tetapi rumah sakit tak kunjung bernyawa. Yang tersisa hanya rangka bangunan dan jejak anggaran yang kian kabur.
Masalah tak berhenti pada proyek fisik yang terbengkalai. Dugaan penyimpangan juga mencuat pada anggaran pembebasan lahan. Fakta di lapangan menunjukkan lokasi pembangunan RSP Halbar belum sepenuhnya dikuasai Pemerintah Kabupaten Halbar, meskipun anggaran pembebasan lahan telah dicairkan lebih dari Rp300 juta dari total alokasi sekitar Rp500 juta.
Dugaan ini bukan isapan jempol. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Maluku Utara Nomor 15/A/LHP/XIX.TER/05/2025 tertanggal 26 Mei 2025 membedah persoalan tersebut secara telanjang. Dalam laporan itu, BPK membeberkan hasil wawancara dengan pemilik lahan berinisial TW di sekitar Desa Soana Masungi, Kecamatan Ibu.
BPK mencatat adanya kesepakatan antara Kepala Dinas Kesehatan Halbar dengan pemilik lahan terkait harga tanah sebesar Rp250 ribu per meter persegi untuk lahan seluas 90 x 185 meter yang direncanakan akan dibeli Pemerintah Kabupaten Halbar. Namun kejanggalan muncul ketika dokumen anggaran ditelusuri.
Hasil analisis Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Sekretariat Daerah menunjukkan belanja modal tanah sebesar Rp507,5 juta tanpa penjelasan rinci mengenai lokasi pengadaan tanah. Lebih mencurigakan lagi, dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2024, belanja modal tanah memang direalisasikan sebesar Rp356 juta, tetapi tidak ditemukan realisasi khusus untuk pembebasan lahan pembangunan RS Pratama.
Konsekuensinya fatal, pembangunan RSP Halbar diketahui dilaksanakan di atas lahan yang bukan milik pemerintah daerah. Negara membangun fasilitas kesehatan di tanah yang secara hukum belum menjadi aset negara.
BPK memperkuat temuan tersebut melalui konfirmasi dengan Kepala Bagian Tata Pemerintahan dan SDA. Hasilnya, lokasi pembangunan RS Pratama di Desa Soana Masungi belum dilengkapi bukti komitmen kesepakatan harga maupun luas tanah dengan pemilik lahan. Tidak ada dokumen yang menjamin kepemilikan lahan secara sah.
Ironisnya, lokasi awal pembangunan di Desa Jano, Kecamatan Loloda Tengah, justru telah memiliki kesepakatan harga dasar tanah yang sah dan tertuang dalam Berita Acara Nomor 140/29/DJ/2023 tertanggal 2 Mei 2023. Namun lokasi yang relatif “aman” itu ditinggalkan, sementara pembangunan dialihkan ke lahan bermasalah.
Atas temuan tersebut, BPK Perwakilan Maluku Utara secara tegas merekomendasikan kepada Bupati Halmahera Barat untuk menindaklanjuti dengan pengembalian potensi kerugian ke kas daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Temuan serius ini memantik desakan keras dari publik. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pemuda Solidaritas Merah Putih (DPD PSMP) Maluku Utara mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil alih penanganan dugaan korupsi proyek RSP Halbar.
PSMP menilai penanganan kasus di tingkat daerah rawan konflik kepentingan dan sarat dugaan kongkalikong antaroknum pejabat, sehingga berpotensi mengaburkan fakta hukum dan melemahkan proses penegakan hukum.
“Ini bukan sekadar proyek mangkrak. Temuan BPK adalah pintu masuk yang sangat jelas bagi KPK untuk membongkar skandal RSP Halbar yang diduga melibatkan pejabat daerah,” tegas Ketua DPD PSMP Maluku Utara, Mudasir, kepada wartawan, Senin (22/12/2025).
Menurut PSMP, proyek ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus uang negara yang semestinya diawasi ketat. Karena itu, KPK dinilai tidak memiliki alasan untuk berpaling.
“Jika proyek sebesar ini dibiarkan ditangani setengah hati di daerah, publik patut curiga ada upaya melindungi oknum tertentu. Rumah sakit yang seharusnya menyelamatkan nyawa warga kini berubah menjadi kuburan uang negara,” kata Mudasir.
Bagi masyarakat Halmahera Barat, RSP Pratama bukan lagi simbol harapan pelayanan kesehatan. Ia menjelma monumen kegagalan tata kelola dan dugaan kejahatan anggaran. Desakan agar KPK segera turun tangan kian menguat bukan sekadar untuk menyelamatkan uang negara, tetapi untuk menegakkan hukum tanpa pandang jabatan.
Hingga berita ini dipublis Pemda Halbar belum memberikan tanggapan resmi* (Red)
