Rp1,6 Miliar Bocor Kejati di Desak Bidik Kontraktor, PPK, dan KPA Proyek Jalan Gebe

Sebarkan:
Kantor Kejati Malut. (Istimewa)
HALTENG - Proyek peningkatan jalan di Pulau Gebe kembali menegaskan buruknya tata kelola infrastruktur di Halmahera Tengah. Jalan hotmix yang dibayar lunas ini tidak hanya bermasalah di mutu, tetapi juga menyingkap potensi pelanggaran serius oleh PPK dan KPA, dua aktor kunci yang seharusnya menjaga uang negara, bukan membiarkannya “mengalir” tanpa pengawasan.

BPK, lewat LHP Nomor 25/LHP/XIX.TER/12/2024, menemukan kelebihan pembayaran Rp 1.668.755.314,40 dalam proyek Peningkatan Jalan Tanah ke Hotmix Kecamatan Pulau Gebe yang digarap CV Bintang Jaya Konstruksi (BJK).

Kontraknya Rp 14,84 miliar—dibayar 100%, diserahterimakan 100%, tapi kualitasnya buruk ketimbang proyek ratusan juta per ratus meter.

Material Dicampur Limestone: PPK dan KPA Seolah Menutup Mata

Temuan BPK menunjukkan bahwa Lapis Fondasi Agregat Kelas B tidak memenuhi gradasi teknis, bahkan ditemukan penggunaan limestone, yang tidak tercantum dalam kontrak dan jauh lebih murah. Akibat manipulasi material ini, BPK mencatat kelebihan pembayaran Rp 1.193.936.586,67.

Di titik ini, tanggung jawab PPK dan KPA patut dipertanyakan secara keras. Diantaranya:

Kesalahan PPK:
• Gagal mengawasi kesesuaian material

PPK memiliki mandat memastikan seluruh material sesuai spesifikasi kontrak. Namun justru terjadi penggunaan bahan yang jelas-jelas tidak sesuai.

• Menyetujui progres pekerjaan tanpa verifikasi mutu yang memadai

Bagaimana mungkin proyek dengan mutu menyimpang drastis dapat mencapai 100% progres dan dinyatakan selesai tanpa catatan?

• Memberikan rekomendasi pembayaran penuh

PPK seharusnya menolak pembayaran bila ditemukan indikasi material tak sesuai. Nyatanya, pembayaran tetap “meluncur” 100%.

• Tidak mengambil tindakan atas perubahan material di lapangan

BPK bahkan mencatat penyedia mengakui penggunaan limestone karena sirtu langka.Pengakuan ini menunjukkan PPK mengetahui hal itu atau minimal harus mengetahuinya—but he didn't act.

Kesalahan KPA:

• Mengesahkan pembayaran penuh tanpa pengawasan berlapis

Sebagai pemegang kewenangan anggaran, KPA wajib memastikan keabsahan pembayaran. Namun pembayaran Rp 14,84 miliar dicairkan tanpa kontrol kualitas final yang memadai.

• Tidak melakukan pengendalian atas risiko penyimpangan

KPA bertanggung jawab memastikan sistem pengawasan berjalan. Fakta bahwa proyek bermasalah tetapi dibayar lunas adalah kegagalan kontrol di level paling strategis.

• Tidak menindaklanjuti indikasi ketidaksesuaian sejak awal

Jika material tidak sesuai, laporan dari lapangan pasti muncul. KPA seharusnya turun tangan sejak awal, bukan baru setelah BPK membongkar semuanya.

Laston AC-WC Bermasalah: Tambahan Bocor Rp 474,8 Juta

Pemeriksaan fisik 6 Oktober 2024 mengungkap ketidaksesuaian pada Laston AC-WC. Tambahan kerugian negara: Rp 474.818.727,73. Artinya, PPK mengesahkan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi pada dua level konstruksi sekaligus. Ini bukan lagi “kelalaian”—ini adalah pengawasan yang runtuh total.

Total Kerugian: Rp 1,6 Miliar Lenyap Bersama Integritas Pengawasan

Jika ditotal, uang negara yang hilang mencapai Rp 1.668.755.314,40.
Angka yang terlalu besar untuk disebut sebagai “kesalahan administrasi.”

LPP Tipikor: PPK dan KPA harus diperiksa—bukan hanya penyedia!

Ketua LPP Tipikor Halteng, Fandi Rizky, menyebut kasus ini bukan sekadar penyimpangan teknis, melainkan kegagalan fatal pejabat pelaksana proyek.

“PPK dan KPA tidak bisa cuci tangan. Semua pembayaran tidak mungkin cair tanpa otoritas mereka. Kejati Malut harus panggil dua pejabat ini, jangan cuma CV BJK saja,” tegas Fandi.

Ia menegaskan bahwa skema kelebihan pembayaran miliaran rupiah tidak mungkin terjadi tanpa “tutup mata” atau “pembiaran sistematis” di internal pemerintah.

“Kalau material diganti, mutu turun, tapi progres tetap 100% dan pembayaran tetap cair—maka itu bukan lagi janggal, itu brutal,” jelasnya.

Hingga berita ini tayang, CV BJK belum memberi keterangan. Begitu juga dengan PPK dan KPA. Sementara itu semua mata kini tertuju pada Kejati Malut, apakah berani menyentuh PPK dan KPA, atau kasus ini akan ikut menguap seperti aspal panas di terik Pulau Gebe?.* (Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini