Terungkap! Proyek Irigasi Puluhan Miliar Milik BWS di Morotai Tanpa Desain Final

Sebarkan:
Proyek irigasi dan rawa di Desa Aha dan Desa Dehegila, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai. (Cp)
MOROTAI - Fakta mengejutkan terungkap, proyek irigasi dan rawa senilai Rp24,37 miliar di Pulau Morotai ternyata telah dikerjakan tanpa desain final. Informasi ini mencuat pada Selasa (02/12/2025) dan langsung mengguncang publik karena menunjukkan potensi kelalaian fatal dalam perencanaan dan pengawasan, termasuk oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara sebagai penanggung jawab teknis.

Pekerjaan fisik tetap dipacu di lapangan, sementara pelaksana proyek mengaku belum mengetahui total panjang saluran irigasi yang harus dibangun. Kondisi ini dinilai sangat janggal untuk proyek konstruksi bernilai puluhan miliar dan membuat publik mempertanyakan profesionalisme pelaksana PT Hutama Karya (HK).

Fakta lapangan itu terkuak melalui pengakuan Ibnu, pendamping pelaksana dari PT HK, saat ditemui wartawan di lokasi proyek pada Senin (24/11/2025). 
“Ukuran gambar sementara kan ada perubahan, nah perubahan gambar itu yang kami masih menunggu,” ungkap Ibnu.

Pernyataan ini mempertegas bahwa pekerjaan fisik sudah berjalan berdasarkan gambar sementara yang belum disahkan.

Proyek Puluhan Miliar Tanpa Desain Final: Risiko Besar Mengancam

Proyek konstruksi yang dipaksakan berjalan tanpa desain final dikenal sebagai praktik berbahaya dan berisiko tinggi. Beberapa risiko fatal yang mengintai antara lain:

• Bangunan berpotensi tidak sesuai standar teknis, karena perhitungan detail belum pasti.

• Potensi pembongkaran ulang, jika revisi desain berbeda dari gambar sementara.

• Pemborosan APBN, karena biaya bisa melonjak akibat perubahan di tengah pekerjaan.

• Ketahanan struktur diragukan, karena ukuran dan elevasi dapat salah hitung.

• Fungsi irigasi berisiko gagal, bila dimensi tidak sesuai kebutuhan hidrologis.

• Citra BWS Malut tercoreng, sebagai lembaga teknis yang seharusnya memastikan dokumen desain tuntas sebelum pengerjaan.

Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek dikerjakan terburu-buru tanpa kontrol perencanaan yang memadai.

Pelaksanaan Dipaksakan Meski Data Teknis Tidak Lengkap

Ibnu juga mengaku tidak mengetahui nilai kontrak khusus wilayah Morotai, selain menyebut angka Rp24.375.869.000 sebagai bagian dari paket global empat kabupaten: Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Barat, dan Morotai. P
ekerjaan dilakukan dengan metode pengecoran di Desa Dehegila dan pasangan batu di Desa Aha, namun tetap mengacu pada gambar sementara yang belum dipastikan final.

Dokumen kontrak yang diperoleh media mencantumkan nomor HK.02.01/BWS20.6.2/180/2025 tertanggal 10 November 2025, dengan lokasi pekerjaan mencakup D.I Aha, D.I Goal, D.I Gaga, dan D.I Wayana.

Ironisnya, waktu pelaksanaan hanya 52 hari kerja, sementara desain final belum juga diturunkan hingga kini. Situasi ini membuat publik semakin lantang mempertanyakan: bagaimana mungkin proyek puluhan miliar dikerjakan tanpa acuan teknis yang lengkap?

Hingga berita ini diturunkan, Direktur PT Hutama Karya maupun BWS Maluku Utara belum berhasil dikonfirmasi untuk dimintai tanggapan.* (Tim/Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini