Dugaan Korupsi pada Sejumlah Proyek BWS Maluku Utara Terus di Suarakan

Sebarkan:
Aksi unjukrasa FMPL di Kejati Malut.
TERNATE - Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (FMPL) Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, Selasa (16/12/2025). Aksi ini menyoroti sederet proyek infrastruktur yang dikelola Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara yang dinilai sarat persoalan dan beraroma korupsi.

FMPL menilai proyek-proyek tersebut bukan sekadar bermasalah secara administratif, tetapi berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. Aparat penegak hukum (APH) didesak untuk tidak lagi bersikap pasif dan segera membuka penyelidikan secara transparan terhadap dugaan penyimpangan anggaran yang dinilai menghambat pembangunan serta merugikan masyarakat.

Aksi mahasiswa ini menjadi penegasan sikap terhadap praktik korupsi yang dinilai masih subur di sektor infrastruktur sumber daya air. FMPL memperingatkan, pembiaran terhadap dugaan penyelewengan anggaran hanya akan memperparah buruknya tata kelola pemerintahan dan semakin menggerus kepercayaan publik.

Koordinator FMPL, Wahyu Abubakar, menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dengan dampak sistemik.

“Korupsi bukan hanya soal angka kerugian negara, tetapi merusak sistem pemerintahan, menghancurkan moral aparatur, dan mengorbankan kesejahteraan rakyat,” tegas Wahyu dalam orasinya.

Ia menambahkan, proyek infrastruktur yang dikerjakan tanpa perencanaan matang dan pengawasan ketat berpotensi menghasilkan bangunan berkualitas rendah dan tidak berumur panjang. Pada akhirnya, masyarakat sebagai penerima manfaat justru menjadi korban.

Dalam aksinya, FMPL membeberkan dua proyek yang diduga bermasalah. Pertama, proyek pembangunan irigasi dan rawa di Desa Aha dan Dehegila, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, dengan nilai APBN mencapai Rp24,37 miliar. Proyek yang dikerjakan PT Hutama Karya (Persero) itu diduga dilaksanakan tanpa mengacu pada ukuran desain final, sehingga memunculkan tanda tanya besar terkait kualitas perencanaan, pelaksanaan, hingga potensi pemborosan anggaran negara.

Baca Juga: Terungkap! Proyek Irigasi Puluhan Miliar Milik BWS di Morotai Tanpa Desain Final

Kedua, proyek pembangunan Embung Pulau Hiri di Desa Tafraka senilai lebih dari Rp13 miliar yang dibiayai APBN 2024 dan dikerjakan CV Aqila Putri. Proyek ini bahkan telah masuk tahap penyidikan oleh Subdit III Tindak Pidana Korupsi Polda Maluku Utara, menegaskan kuatnya indikasi masalah hukum.

Atas temuan itu, FMPL mendesak Kejati Maluku Utara dan Ditreskrimsus Polda Maluku Utara segera memanggil dan memeriksa Kepala Balai, Kepala Satuan Kerja, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta pihak kontraktor yang terlibat dalam proyek-proyek bermasalah di bawah kendali BWS Maluku Utara.

Mahasiswa juga menuntut penyidik Subdit III Tipikor Polda Maluku Utara segera menetapkan tersangka dalam kasus Embung Pulau Hiri, serta meminta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR membentuk tim khusus untuk turun langsung ke lapangan guna memverifikasi seluruh proyek bermasalah.

“Penegakan hukum tidak boleh berhenti pada penyelidikan tanpa ujung. Negara harus hadir dan serius membersihkan sektor infrastruktur dari praktik korupsi,” pungkas Wahyu.

Baca Juga: Usut Tuntas, Polda Malut Pertajam Penyelidikan Proyek Embung Hiri Rp 13,5 Miliar

Beberapa bulan terakhir ini, sejumlah proyek di BWS Maluku Utara menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan termasuk LSM. Selain dua proyek yang disebutkan FMPL. Proyek Embung Konservasi Nakamura di Kabupaten Pulau Morotai serta Proyek Peningkatan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi (DI) Tilope Tahap IV di Kabupaten Halmahera Tengah terus mengemuka disuarakan penggiat anti korupsi. Kedua proyek tersebut dinilai menyisakan persoalan serius terindikasi dugaan korupsi. *
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini