Spanduk tuntutan terbentang di depan kantor Kejati Malut saat aksi demonstrasi berlangsung. (Kabarhalmahera.com) |
Dalam aksinya, LPP-Tipikor mendesak Kejati segera menetapkan mantan Direktur RSUD Chasan Boesoirie (ChB) Ternate, Syamsul Bahri, Wadir Keuangan Fatimah Abbas, serta Staft Keuangan sebagai tersangka dugaan korupsi yang menjadi terlapor atas dugaan korupsi serta temuan sebagaimana hasil LHP BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara TA 2022 senilai Rp81,4 Miliar Utang, dan Rp11 Miliar diduga tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak RSUD ChB tersebut.
LPP-Tipikor juga mendesak Kejati memanggil dan memeriksa Dewan Pengawasan RSUD ChB, mereka diantaranya Drs.Samsudin A.Kadir, Ahmad Purbaya dan dr.Idhar berkaitan dengan
temuan BPK terhadap utang dan dugaan korupsi RSUD ChB.
Koordinator Aksi, Sudarmono Tamher dalam pernyataan sikapnya mengatakan, aksi itu digelar karena kasus dugaan korupsi dilingkup RSUD ChB Ternate yang ditangani Kejati Maluku Utara itu sejak Agustus 2022 lalu hingga saat ini belum juga dilakukan Gelar Perkara, dengan maksud menyampaikan penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh Jaksa Kejaksaan Tinggi guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan atas dugaan mega Korupsi RSUD Chasan Boesoerie tersebut.
"Sementara disisi lain, hak atas jasa Tambahan Penghasilan Pegawai TPP baik itu perawat, didan, nakesla dan Dokter hingga saat ini tidak diselesaikan oleh pihak pemerintah daerah provinsi Maluku Utara maupun Direktur dan Manajemen Rumah Sakit, serta hutang obat-obatan dan Alkes pada 65 Vendor (perusahaan) yang menjadi sumber beban dan masalah yang mengakibatkan pasien BPJS tidak dilayani lagi oleh pihak Apoteker RSUD," katanya.
"Belum lagi adanya dugaan atas tindak pidana pencucian uang (TTPU) pada RSUD ChB sebagaimana temuan Irbansus Inspektorat Provinsi Maluku Utara pada bulan November 2022 lalu, melalui rekening bank mandiri nomor 186-00-0017010-7 dan rekening mandiri
nomor 186-00-0014149-5 yang mana saldo awal Rekening tersebut masing-masing senilai Rp5 Miliaryang diyakini dana tersebut digunakan bukan untuk kepentingan rumah sakit umum RSUD Chasan Boesoirie," sambungnya.
Apalagi kata dia, saat ini diketahui adanya temuan BPK Perwakilan Maluku Utara TA 2022 atas Utang RSUD Chasan Boesoirie senilai Rp81,4 Miliar serta temuan Rp11 Miliar, yang diduga kuat tidak dapat
dipertanggung jawabkan oleh Direktur dan Manajemen Rumah Sakit.
"Karena itu kami minta Kejati segera menetapkan tersangka atas kasus yang telah dilaporkan itu," tegasnya saat konfirmasi. (Red)