Ketua komisi II DPR-RI Nilai Peningkatan Status Sofifi Menjadi Kota Bukan Solusi

Sebarkan:
Pertemuan Presidium Rakyat Tidore dan Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy saat melakukan pertemuan di lobby Bela Hotel di Kelurahan Jati, Ternate Selatan, Kota Ternate, Selasa (29/7) malam.
TIDORE - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyambut hangat kehadiran Presidium Rakyat Tidore, di lobby Bela Hotel di Kelurahan Jati, Ternate Selatan, Kota Ternate, Selasa (29/7) malam.

Pertemuan itu menjadi wadah penting untuk menyerap aspirasi terkait wacana pemekaran Sofifi menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB).

Dalam dialog itu, Rifqinizamy, menilai peningkatan status Sofifi menjadi kota bukan solusi. Sebab, yang lebih mendesak saat ini adalah pembenahan infrastruktur agar Sofifi sebagai wajah Ibu Kota Provinsi Maluku Utara (Malut) lebih layak dan representatif

“Jadi saya minta tolong, kita dukung sama-sama Sofifi agar infrastrukturnya juga dibangun,” ujar Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dalam dialog bersama Presidium Rakyat Tidore.

Menurutnya, pemerintah pusat kini lebih berhati-hati menyikapi usulan DOB, termasuk Sofifi. Karena pengalaman pemekaran DOB di Indonesia selama ini menunjukkan tidak semua berjalan sukses, bahkan sebagian menimbulkan persoalan baru di tengah masyarakat.

“Karena kita juga melihat DOB selama ini yang terjadi di Indonesia tidak semua berhasil, banyak juga yang menimbulkan persoalan sensitif. Jadi saya kira harapan dari Kesultanan Tidore kami paham,” katanya.

“Sebelum ini, kami juga sudah ketemu dengan Pak Mendagri (Tito Karnavian) terkait hal ini,” ucap Rifqinizamy menambahkan.

Rifqinizamy juga menilai, tidak ada ketentuan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah yang mewajibkan ibu kota provinsi harus berstatus kota. “Enggak ada, enggak ada sebetulnya,” tandasnya.

“(Persoalan ini) terjadi setidaknya di tiga tempat. Sofifi untuk Maluku Utara, Tanjung Selor itu di satu kecamatan, lebih tinggi sedikit (dari kelurahan) di Kalimantan Utara, (kemudian) Manokwari itu kabupaten,” paparnya.

“Kan kalau minta kota, harusnya dirubah jadi kota juga. Artinya, ada Kabupaten Manokwari, ada Kota Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua,” ucap Rifqinizamy.

Lebih lanjut Rifqinizamy menuturkan, pembangunan Ibu Kota Provinsi Malut tetap dapat dilakukan melalui skema anggaran yang tersedia. “Karena kan berarti ada tiga skema anggarannya ya, APBN, APBD provinsi, dan APBD kota,” katanya.

Bagi Rifqinizamy, ini merupakan konsekuensi langsung dari penunjukkan Sofifi sebagai ibu kota Pronvisi Maluku Utara, melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999. Itu berarti, status kelurahan tak jadi persoalan.

“Jadi walau pun levelnya mungkin hanya kelurahan, tapi sebagai konsekuensi dari penunjukkan oleh Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, wajah Sofifi kita benahi,” terangnya.

Rifqinizamy juga meminta penguatan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah induk terkait penganggaran. Jika itu berjalan optimal, ia bersedia menjadi guarantor atau penjamin dalam upaya percepatan pembangunan Sofifi.

“Jadi minta tolong ke wali kota juga agar porsi anggaran dikasih lebih lah. Kalau itu nanti bisa terlihat secara jelas, saya bisa jadi guarantor. Enggak perlulah (Sofifi dimekarkan menjadi DOB), ngapain, kotanya juga bagus,” tuturnya.

“Karena skema lain kayak daerah khusus, enggak ada, yang ada kita cuma bisa treatment melalui anggaran kayak Tanjung Selor, itu kan ada bandaranya, yang bangun (pemerintah) kabupaten,” jelasnya.

Terkait bandara, jika kebutuhan anggaran berkisar Rp 30 miliar, Pemkot Tidore Kepulauan bisa mengalokasikan Rp 5 miliar. Setidaknya ini menunjukkan keseriusan dalam mendorong konektivitas antar wilayah.

“(Kemudian nanti) diminta provinsi Rp 20 M atau Rp 15 M, sisanya pusat (lewan APBN), sehingga kemudian kita juga menunjukkan ada upaya sungguh-sungguh untuk menjaga maklumat sultan pada satu sisi,” katanya.

Rifqinizamy mengaku sempat menanyakan posisi dan keinginan Gubernur Sherly terkait wacana DOB Sofifi. Ketika ditanya secara tegas apakah dirinya bersikeras agar Sofifi menjadi kota, Shery menjawab dengan nada terbuka.

“Kalau saya tanya bu Sherly kemarin, saya bilang ibu posisinya seperti apa? Kalau saya tanya hitam-putih yah, ibu apakah ngotot (Sofifi) harus kota? (Sherly jawab) ‘oh enggak pak, kalau saya enggak ada masalah. Cuman memang konsekuensi dari kota itu kan harapannya punya APBD sendiri yah,” tutur Rifqinizamy meniru ucapan Sherly.

“Berarti ini kan persoalan anggaran. Nah berarti jalan tengahnya kalau saya boleh menyimpulkan, yang penting kita bisa pastikan Kota Tidore itu punya keberpihakan anggaran ke Sofifi, selain kami yang di APBN,” imbuh Rifqinizamy.

Sementara itu, Koordinator Presidium Rakyat Tidore, Jaenudin Saleh menyebut pertemuan bersama ketua komisi II DPR merupakan momentum strategis untuk membahas percepatan pembangunan di kawasan Ibu Kota Provinsi Malut.

“Bagi kami, pertemuan tadi malam adalah momentum penting untuk berdiskusi terkait percepatan pembangunan di kawasan ibu kota Sofifi,” ujar Jaenudin

Presidium menilai, pembangunan Sofifi tidak harus bergantung pada perubahan status administratif menjadi DOB. Sebaliknya, mereka mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memprioritaskan penataan infrastuktur, pelayanan public, dan penguatan identitas wilayah sebagai ibu kota provinsi.

“Sikap kami ini jelas mencerminkan semangat kolaboratif antara masyarakat adat dan pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah Tidore, sekaligus memastikan Sofifi berkembang sesuai amanat undang-undang dan aspirasi lokal,” pungkas Jaenudin.*

====
Penulis: Aidar Salasa
Editor   : Tim Redaksi
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini