![]() |
Royal Resto dan Karaoke. (Istimewa) |
Sisa tunggakan pajak yang belum disetor pihak Royal ke Kas Daerah terjadi pada tahun 2018 dan 2019 dengan nilai Rp 3 miliar lebih. Penyelesaian sisa pajak yang belum disetor ini sudah diminta oleh Pemkot Ternate melalui BP2RD, namun upaya yang dilakukan belum berhasil.
Manager Royal Resto dan Karaoke Ternate, Mayli, mengatakan pihak Royal keberatan untuk menyetor sisa tunggakan karena tindak pernah menunggak pajak.
Menurutnya, Royal selama menjalankan usahanya di Santiong, Kecamatan Ternate Tengah, selalu taat pajak, bahkan seluruh wajib pajak kepada daerah selalu diselesaikan.
“Jadi Royal tidak pernah menunggak (maupun kurang bayar pajak). Itu sudah torang sampaikan ke BP2RD saat rapat bersama DPRD Kota Ternate. Yang pada intinya torang tidak ada tunggakan pajak,” ucapnya saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Meyli beralasan karena Royal adalah tempat usaha yang memiliki izin yang jelas dan selalu taat pajak. Ia justru mempertanyakan pihak BP2RD Ternate, yang baru sekarang melakukan penagihan (akan sisa tunggakan sebagaimana data BPK tersebut).
“Masa iya, Royal menunggak pajak Rp 3 miliar lebih? Kan tidak wajar, jadi mungkin ini terjadi karena miskomunikasi (antara Kepala BP2RD yang lama dengan sekarang Jufri Ali). Juga Royal ini berada di pusat kota, bukan di hutan atau lain sebagainya. Dan kalau memang menunggak, kenapa tidak dari dulu disampaikan. Kenapa baru sekarang,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah atau BP2RD Kota Ternate, Jufri Ali, mengatakan tunggakan pajak milik Royal Resto dan Karaoke yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019 sebesar Rp 3 miliar lebih itu berdasarkan data audit BPK Perwakilan Malut.
“Dorang kurang bayar itu dengan nilai yang belum disetor (ke Kas Daerah) sebesar Rp 3 miliar lebih,” jelas Jufri, kepada wartawan, Kamis 24 Juli 2025.
Ia menyatakan, kondisi ini terjadi karena saat pemeriksaan dilakukan, data pendukung dari Royal tidak disampaikan sehingga terjadilah temuan dengan nilai tersebut.
“Dan ini sudah diakui langsung oleh pemilik Royal, sehingga akan mengajukan permohonan untuk pembebasan denda dan setor langsung yang belum terbayar. Dan itu sudah ada kesepakatan saat rapat dengan DPRD,” lanjut Jufri.
Ia menyatakan, kondisi ini terjadi karena saat pemeriksaan dilakukan, data pendukung dari Royal tidak disampaikan sehingga terjadilah temuan dengan nilai tersebut.
“Dan ini sudah diakui langsung oleh pemilik Royal, sehingga akan mengajukan permohonan untuk pembebasan denda dan setor langsung yang belum terbayar. Dan itu sudah ada kesepakatan saat rapat dengan DPRD,” lanjut Jufri.
Ia berharap, pihak Royal segera mengajukan permohonan terkait sisa pajak yang belum disetor agar tidak dikenakan sanksi pidana maupun penyegelan tempat usaha tersebut.
“Karena sudah diangkat ya musti bayar. Kalau mau bayar secara cicilan ya harus ajukan permohonan. Kalau sampai tidak bayar ya dikenakan sanksi, dua kali lipat denda pajak, sanksi administrasi, bahkan sampai pidana dan (penyegelan) tempat usaha,” jelasnya.
Keterlambatan pembayaran ini juga disinyalir karena kelalaian pihak BP2RD Ternate dalam menjalankan penagihan maupun pendataan para wajib pajak, meski begitu, menurut Jufri bahwa hal itu terjadi karena proses penghitungan yang membutuhkan waktu panjang.
“Jadi bukan (kelalaian kami). Masalah ini terjadi karena dorang, bukan dari torang,” lanjutnya.
Selain royal, kondisi serupa juga terjadi pada Boom Donut yang memiliki tunggakan pajak senilai Rp 200 juta lebih. Bahkan dari pemilik Boom Donut sudah mengakui dan bersedia menyetor secara cicilan.
“Selain itu sudah tidak ada lagi. Karena untuk Hotel Sahid Bela sudah selesai (dibayarkan),” sambungnya. *