![]() |
| Ilustrasi dugaan manipulasi dokumen. (Istimewa) |
Yofani Bandari resmi diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan SK Bupati Pulau Morotai Nomor 800.1.6.4/01/Kep-Pm/2025 tertanggal 10 Desember 2025, dengan alasan melakukan tindak pidana korupsi. SK tersebut diserahkan langsung oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Morotai kepada yang bersangkutan di Kantor BKD pada Rabu sore.
Namun, di balik SK pemecatan tersebut, muncul dugaan serius bahwa BKD Morotai telah menggunakan dasar hukum yang cacat dan diduga dimanipulasi.
Saat dikonfirmasi awak media, Yofani Bandari mengaku telah melakukan pengkajian mendalam terhadap dokumen pemecatannya. Dari hasil penelusuran tersebut, ia menemukan adanya ketidaksesuaian fatal pada nomor surat rekomendasi Kepala BKN yang dijadikan dasar hukum pemecatan dirinya.
“Dalam SK Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, salah satu dasar hukumnya adalah Rekomendasi Kepala BKN Nomor 26538/R-AK.02.03/SD/F.II/2025 tanggal 11 November 2025. Namun setelah saya lakukan pengecekan dan pencocokan, ternyata nomor surat tersebut bukan rekomendasi pemberhentian ASN,” ungkap Yofani.
Lebih lanjut, Yofani menyebut bahwa nomor surat tersebut justru merujuk pada surat pengumuman hasil uji kenaikan jenjang dan perpindahan jabatan fungsional di Bidang Manajemen ASN Periode November 2025, bukan rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat.
“Artinya, sampai hari ini tidak pernah ada rekomendasi resmi dari Kepala BKN terkait pemberhentian saya. Ini menguatkan dugaan bahwa surat rekomendasi yang digunakan BKD Pemda Morotai telah dimanipulasi,” tegasnya.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka tindakan BKD Morotai bukan sekadar maladministrasi, melainkan berpotensi masuk dalam ranah pidana pemalsuan dokumen negara serta penyalahgunaan kewenangan dalam proses pemberhentian ASN.
Sementara itu, Kepala BKD Pulau Morotai, Alfata Sibua, saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp, diketahui telah membaca seluruh pertanyaan yang dikirimkan. Namun hingga berita ini dipublikasikan, yang bersangkutan memilih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi apa pun.
Sikap diam BKD ini justru semakin memperkuat kecurigaan publik bahwa proses pemecatan tersebut dilakukan secara tidak transparan dan berpotensi melanggar hukum.
Kasus ini patut menjadi perhatian serius Badan Kepegawaian Negara, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum, mengingat dugaan manipulasi dokumen resmi negara merupakan pelanggaran berat yang mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. (Ode/Red)
