Kuasa Hukum Wawali Tidore Angkat Bicara Terkait Kedatangan AJI di Polda Malut

Sebarkan:
Kuasa hukum Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Iskandar Joisangadji. (Istimewa)
KAMERA TIDORE - Kuasa hukum Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Iskandar Joisangadji angkat bicara soal kedatangan Aliansi Jurnalis Indonesia atau AJI ke Polda Maluku Utara (Malut) dalam rangka menanyakan kasus dugaan kekerasan wartawan, yang diduga menimpa redaktur media online Cermat, Nurkholis Lamaau, beberapa waktu lalu.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito, turun langsung mendampingi dugaan kasus kekerasan tersebut. Kedatangan Sasmito, didampingi sejumlah jurnalis di Ternate, diterima oleh Irwasda Polda Maluku Utara Kombes (Pol) Eko Trisnanto di ruang Kapolda.

"Kedatangan ke Polda Malut ini bagi kami merupakan hal yang biasa saja. Yang luar biasa itu ketika klien kami dituduh menghalangi atau menghambat tugas seorang jurnalis. Nurkholis harus jujur menyampaikan kepada ketua AJI Indonesia terkait dengan pokok masalah ini," ujar Iskandar, Rabu, 12 Oktober 2022.

Iskandar menyebutkan kronologis dugaan kekerasan itu berawal dari wartawan Cermat, Nurkholis, membuat sebuah opini yang berjudul Hirup Debu Batubara Dapat Pahala. Atas opini itu kata Iskandar, kemudian mendapat reaksi dari Ariyanto keponakan Wakil Wali Kota Tidore Muhammad Senen. Hal tersebut menurut Iskandar, karena opini yang dibuat tidak mengutip secara utuh sambutan Muhammad Senen dalam pembukaan turnamen domino di Kelurahan Rum.

"Dan pada saat itu Nurkholis juga tidak berada di lokasi, tidak mengetahui serta tidak merasakan langsung suasana hangat saat itu antara Muhammad Senen dengan masyarakat," katanya.

"Alasan itu yang melatar belakangi terjadi peristiwa kekerasan ringan (tipiring) yang dilakukan Ariyanto terhadap Nurkholis, tetapi masalah itu telah diputus oleh pengadilan dengan putusan nomor 5/Pid.C/2022/PN Sos tertanggal 8 September 2022 dan telah berkekuatan hukum tetap, bahwa Nurkholis pernah mengakui dalam persidangan dengan menceritakan kronologis awal tentang insiden yang berujung penganiayaan ringan," sambungnya.

Iskandar bilang, Nurkholis didatangi Usman Sinen pada 30 Agustus 2022 itu dengan tujuan menanyakan maksud tulisan opini yang dibuat oleh Nurkholis. Setelah diberi penjelasan ke Usman, Usman langsung meminta agar tulisan opini itu dihapus.

"Setelah disampaikan itu ke pak Usman, Nurkholis langsung hapus tulisan opini itu, kalau pengakuannya seperti itu, maka yang menghapus opini itu adalah Nurkholis sendiri.  Artinya dihapusnya opini oleh Nurkholis tidak boleh lagi dikaitkan dengan klien kami, karena masalah tersebut telah selesai," tegas Iskandar.

Ia juga mengaku bahwa kliennya sempat dilaporkan ke Polres Tidore Kepulauan dengan tuduhan telah melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

"Pertanyaannya adalah apakah ada kejadian kekerasan yang dilakukan klien kami terhadap Nurkholis sebagai seorang jurnalis?. Dan pada saat itu kegiatan jurnalis apa yang ia lakukan?. Apakah ada bukti visum yang menunjukan Nurkholis itu mengalami luka memar atau goresan?. Ini yang mestinya nurkholis harus jujur" tukasnya.

Tak hanya itu, Iskandar juga menambahkan, kliennya juga dituduh melakukan tindakan menghalangi atau menghambat tugas seorang jurnalis. Padahal, tidak ada fakta tindakan seperti apa yang dilakukan oleh kliennya. Dengan begitu, kata dia, kedatangan Ketua AJI yang didampingi kuasa hukumnya di Polda Malut dalam rangka melaporkan kliennya itu seolah-olah kliennya  telah melakukan tindakan kekerasan jurnalis. Padahal laporan tersebut, sambungnya, masih harus melalui suatu proses penyelidikan dan penyidikan yang belum tentu benar adanya.

"Tetapi sudah terlebih dahulu tersebar seakan klien kami telah melakukan kekerasan. Maka dari itu kami pun akan mengambil langkah hukum karena berita yang tersebar telah menyudutkan klien kami. Kami percaya betul bahwa polda maluku utara tidak bisa dipengaruhi oleh lembaga apapun, dan klien kami juga memiliki hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil," katanya

"Tuduhan menghalangi atau menghambat berdasarkan pasal 18 ayat (1) UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3). Dalam hal ini ada kekeliruan yang fatal dimana nurkholis melalui kuasanya menyatakan bahwa pasal 18 ayat (1) itu disebut sebagai tindak pidana pers. Pada hal delik ini tidak bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana pers meskipun dirumuskan dalam UU Pers. Tindak pidana pers tidak identik dengan tindak pidana yang berhubungan dengan pers," tandasnya.

====
Penulis : Aidar Salasa
Editor    : Rustam Gawa

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini